Beberapa bulan ini, dimana-mana, di Indonesia sedang panas dan panas dan panas nas nas nas. Kita tau apa penyebabnya, 9 Juli jadi penyebabnya. Emang 9 Juli ada apaan? Ultah member AKB48? Bukan. 9 Juli 2014, akan diadakan pemilu presiden di Indonesia.
Semakin dekat dengan pemilu maka situasi akan terasa semakin panas. Ya emang sih buat negara demokrasi seperti Indonesia, pemimpinnya haruslah ditentukan atau dipilih oleh rakyat, secara langsung. Maka banyak yang mengatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Gue sebagai warga negara yang sudah dikaruniai hak pilih, eh, apa iya bisa dibilang dikaruniai? Dikaruniai apa dianugerahi, apa dibebani hak pilih ya enaknya? Bebas deh. Gue sebagai WNI yang udah punya hak pilih tentulah akan menggunakan hak pilih gue pada tanggal yang sudah dijanjikan tersebut.
Pada tanggal yang sudah dijanjikan, aku akan datang ke rumahmu dan melamarmu.
Nggak, nggak gitu.
Masalahnya adalah dimana situasi yang semakin memanas ini semakin dekat dengan keseharian kita, ada di sekitar kita. pemilu presiden bukan hanya pertarungan antara member-member untuk bisa menduduki peringkat pertama dalam senbatsu.
Bukan, bukan.
Pemilu presiden bukan hanya pertarungan antara calon presiden beserta calon wakil presidennya, akan tetapi, juga merupakan pertarungan antara wota-wota mereka. Bukan sih, akan tetapi pertarungan antara pendukung-pendukung dari calon presiden tertentu. Kita bisa lihat dimana-mana para pendukung capres dan cawapres seakan sudah kenal dekat dengan orang yang didukungnya, mereka mengelu-elukan orang yang didukungnya tersebut. Mereka memuji-mujinya bahkan sampai setiap status di akun jejaring sosial mereka berbau dan berkenaan dengan orang yang mereka dukung.
Wajar, oke.
Oke wajar.
Tapi bagaimana ketika semangat mereka mendukung salah satu capres dan cawapres berbuah jadi suatu fanatisme dan juga memunculkan tindakan yang arogan, sehingga ketika orang lain tidak mendukung capres dan cawapres mereka, mereka anggap orang tersebut salah. Ya nggak semua orang masuk di kategori ini, ada beberapa bahkan banyak orang yang benar-benar bisa menghargai tiap-tiap pilihan temannya meskipun pilihan tersebut tidak sama dengan pilihan dia.
Gue disini sebagai orang yang percaya kalo politik itu hura-hura. Tapi bukan berarti gue bakalan nggak milih 9 Juli nanti.
Inget, gue bukan orang yang nggak akan milih 9 Juli nanti.
Aku bakal milih kok.
Milih kamu.
Kita disini buat ngebahas orang-orang yang galaknya setengah mampus buat membela capres dan cawapresnya. Media sosial salah satu wahana untuk kampanye, baik facebook maupun twitter nggak terlepas dari sarana untuk kampanye akhir-akhir ini, nggak cuma capres dan cawapresnya yang kampanye, pendukungnya pun beramai-ramai membuat status atau tweet atau me-retweet apapun yang berkenaan dengan orang yang di dukungnya.
Yang lucu itu dimana ketika semua orang jadi seakan ngerti politik, ya ini emang bagus, nggak apatis sama calon pemimpin negara ini. Bagaimana dengan orang yang terkesan ikut-ikutan? Orang yang matanya masih buta nggak bisa nerima perbedaan pilihan dan bahkan silaturahmi dengan orang lain yang sudah terjalin lama menjadi renggang karena beda pilihan.
Makin panas ketika ada yang nggak sejalan atau sepemikiran sama lo dan lo mulai sindir-sindiran, atau mungkin debat dan ngetik panjang yang kalo dicetak bisa ngabisin kertas 2 rim. Ngeluarin pembelaan-pembelaan calon yang lo dukung dan pembelaan-pembelaan ini merupakan pembelaan-pembelaan yang udah pasaran, yang digunakan oleh banyak orang, dan lo... Ngikutin. Lo juga kadang nyerang capres lain dengan serangan-serangan yang terlalu mainstream yang terlalu sering digunakan banyak orang. Dan lo, ngikutin.
Salah satu serangan yang sering digunakan di media sosial adalah dengan membahas dan seakan capres lain yang tidak mereka dukung dengan sejarah-sejarah. Ketika lo berpegang erat dan mempercayai sejarah, gue disini berdiri sebagai orang yang sama sekali nggak percaya penuh sama sejarah, gue cuma orang yang percaya sama data-data empiris yang bisa gue lihat dan gue inderai. Gue nggak akan percaya begitu aja sama data sejarah yang bisa aja sudah diatur sedemikian mungkin oleh pihak yang berkuasa sehingga sejarah terbungkus dengan bungkusan yang begitu rapi dan terasa nyata, padahal bisa aja sejara tersebut sebuah fiksi. Dan sebaliknya cerita fiksi yang emang nggak ada di dunia nyata, ketika dibikin dengan emosi yang nyata, maka gue lebih menikmatinya. Karena emosi penulisnya nyata.
Tapi ini kembali ke titik tumpu gue yang menganggap politik itu hura-hura.
Apa iya lo ada di masa itu dan lo benar-benar menyaksikan suatu kejadian dan pada akhirnya lo bisa benar-benar memegang keyakinan teguh bahwa calon X adalah begini-begitu, melakukan ini melakukan itu dan blablabla?
Saat ini asas pemilu itu bukan lagi "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Akan tetapi saat ini asas pemilu adalah LUBERR yaitu Langsung, Umum, Bebas, Ribet, dan Rempong.
Banyak orang yang rempong ngebela mati-matian calon yang didukungnya, sehingga ia seakan siap menghajar siapapun yang tidak berada di jalannya. Yang lucunya adalah dimana ketika sebagian orang nggak bisa woles menyikapi perbedaan yang memang menjadi keindahan dari keberagaman serta perbedaan yang mencerminkan kontur negara demokrasi.
Data-data bertebaran di banyak jejaring sosial, data-data yang bagus mengenai capres yang mereka dukung serta data-data yang menyudutkan capres yang tidak mereka dukung. Gue bukan orang yang berserah diri dan menggantungkan hidup pada negara. Gue lebih percaya kalo hidup gue ada di tangan gue sendiri dan nggak ada sangkut-pautnya sama negara. Makanya ada ungkapan, jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu. Gue mengartikan ini sebagai bahwa negara selalu bertanya, apa yang lo udah kasih sih ke gw (negara) sementara lo nggak berhak nanya apa yang udah negara kasih ke elo.
Gue nggak nasionalis? Yang nggak nasionalis itu mereka yang masih buta menyikapi perbedaan dan menanggapi perbedaan dengan memunculkan permusuhan. Woles ae woles.
Perbedaan itu indah kawan, pelangi nggak bakalan indah kalo cuma satu warna, justru warna-warna yang berbeda yang ada dalam pelangi yang membuat pelangi itu menjadi indah. Lo nggak perlu menyikapi perbedaan antara lo dan orang lain yang bahkan mungkin temen lo sejak lama dengan permusuhan. Pandang perbedaan itu dengan manis jangan memandang orang yang berbeda pilihan dengan lo adalah musuh lo. Tapi pandanglah orang yang berbeda pilihan dengan lo sebagai orang yang memperlihatkan bahwa perbedaan itu akan selalu ada dalam kehidupan.
Sebelum menutup postingan kali ini, gue mau mohon maaf apabila tulisan ini mengganggu kalian dan ada satu hal yang penting yaitu seharusnya gue nggak mohon maaf. Jangan panas baca tulisan ini, tersenyum dan tersenyumlah makan gue bakalan menyertai postingan ini dengan foto Mayu Watanabe AKB48 biar lo nggak panas.
Satu hal yang juga mau gue tekankan selain jangan sampai perbedaan memunculkan permusuhan adalah, janganlah kita bermain-main dengan bercandaan kulit manggis kini ada ekstraknya kalo lo nggak mau diteror sama ini...
Terakhir yang mau gue tekankan lagi, jangan panas menyikapi perbedaan. Woles ae woles. Perbedaan itu akan selalu ada dalam kehidupan. Jangan panas menyikapi perbedaan, hargailah perbedaan.
Oke, salam dari gue Kanade Tachibana.
Yang lucu itu dimana ketika semua orang jadi seakan ngerti politik, ya ini emang bagus, nggak apatis sama calon pemimpin negara ini. Bagaimana dengan orang yang terkesan ikut-ikutan? Orang yang matanya masih buta nggak bisa nerima perbedaan pilihan dan bahkan silaturahmi dengan orang lain yang sudah terjalin lama menjadi renggang karena beda pilihan.
Makin panas ketika ada yang nggak sejalan atau sepemikiran sama lo dan lo mulai sindir-sindiran, atau mungkin debat dan ngetik panjang yang kalo dicetak bisa ngabisin kertas 2 rim. Ngeluarin pembelaan-pembelaan calon yang lo dukung dan pembelaan-pembelaan ini merupakan pembelaan-pembelaan yang udah pasaran, yang digunakan oleh banyak orang, dan lo... Ngikutin. Lo juga kadang nyerang capres lain dengan serangan-serangan yang terlalu mainstream yang terlalu sering digunakan banyak orang. Dan lo, ngikutin.
Salah satu serangan yang sering digunakan di media sosial adalah dengan membahas dan seakan capres lain yang tidak mereka dukung dengan sejarah-sejarah. Ketika lo berpegang erat dan mempercayai sejarah, gue disini berdiri sebagai orang yang sama sekali nggak percaya penuh sama sejarah, gue cuma orang yang percaya sama data-data empiris yang bisa gue lihat dan gue inderai. Gue nggak akan percaya begitu aja sama data sejarah yang bisa aja sudah diatur sedemikian mungkin oleh pihak yang berkuasa sehingga sejarah terbungkus dengan bungkusan yang begitu rapi dan terasa nyata, padahal bisa aja sejara tersebut sebuah fiksi. Dan sebaliknya cerita fiksi yang emang nggak ada di dunia nyata, ketika dibikin dengan emosi yang nyata, maka gue lebih menikmatinya. Karena emosi penulisnya nyata.
Tapi ini kembali ke titik tumpu gue yang menganggap politik itu hura-hura.
Apa iya lo ada di masa itu dan lo benar-benar menyaksikan suatu kejadian dan pada akhirnya lo bisa benar-benar memegang keyakinan teguh bahwa calon X adalah begini-begitu, melakukan ini melakukan itu dan blablabla?
Saat ini asas pemilu itu bukan lagi "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Akan tetapi saat ini asas pemilu adalah LUBERR yaitu Langsung, Umum, Bebas, Ribet, dan Rempong.
Banyak orang yang rempong ngebela mati-matian calon yang didukungnya, sehingga ia seakan siap menghajar siapapun yang tidak berada di jalannya. Yang lucunya adalah dimana ketika sebagian orang nggak bisa woles menyikapi perbedaan yang memang menjadi keindahan dari keberagaman serta perbedaan yang mencerminkan kontur negara demokrasi.
Data-data bertebaran di banyak jejaring sosial, data-data yang bagus mengenai capres yang mereka dukung serta data-data yang menyudutkan capres yang tidak mereka dukung. Gue bukan orang yang berserah diri dan menggantungkan hidup pada negara. Gue lebih percaya kalo hidup gue ada di tangan gue sendiri dan nggak ada sangkut-pautnya sama negara. Makanya ada ungkapan, jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu. Gue mengartikan ini sebagai bahwa negara selalu bertanya, apa yang lo udah kasih sih ke gw (negara) sementara lo nggak berhak nanya apa yang udah negara kasih ke elo.
Gue nggak nasionalis? Yang nggak nasionalis itu mereka yang masih buta menyikapi perbedaan dan menanggapi perbedaan dengan memunculkan permusuhan. Woles ae woles.
Perbedaan itu indah kawan, pelangi nggak bakalan indah kalo cuma satu warna, justru warna-warna yang berbeda yang ada dalam pelangi yang membuat pelangi itu menjadi indah. Lo nggak perlu menyikapi perbedaan antara lo dan orang lain yang bahkan mungkin temen lo sejak lama dengan permusuhan. Pandang perbedaan itu dengan manis jangan memandang orang yang berbeda pilihan dengan lo adalah musuh lo. Tapi pandanglah orang yang berbeda pilihan dengan lo sebagai orang yang memperlihatkan bahwa perbedaan itu akan selalu ada dalam kehidupan.
Sebelum menutup postingan kali ini, gue mau mohon maaf apabila tulisan ini mengganggu kalian dan ada satu hal yang penting yaitu seharusnya gue nggak mohon maaf. Jangan panas baca tulisan ini, tersenyum dan tersenyumlah makan gue bakalan menyertai postingan ini dengan foto Mayu Watanabe AKB48 biar lo nggak panas.
Satu hal yang juga mau gue tekankan selain jangan sampai perbedaan memunculkan permusuhan adalah, janganlah kita bermain-main dengan bercandaan kulit manggis kini ada ekstraknya kalo lo nggak mau diteror sama ini...
Terakhir yang mau gue tekankan lagi, jangan panas menyikapi perbedaan. Woles ae woles. Perbedaan itu akan selalu ada dalam kehidupan. Jangan panas menyikapi perbedaan, hargailah perbedaan.
Oke, salam dari gue Kanade Tachibana.
No comments:
Post a Comment