Dr.
Stein menelponku pagi buta begini, aku yang sedang terlelap menjadi terganggu
karena bunyi nada dering ponselku. Aku sendiri tidak paham mengapa nada dering
ponselku bisa berada di urutan teratas untuk urusan mengganggu orang yang sedang
tidur.
“Kim,
ada kabar baik, kau harus segera ke rumahku. Ini eksperimen terbesarku,” suara
di seberang sana terdengar begitu menggebu dan bersemangat. “Ini akan menjadi
pertama di dunia jika berhasil!” desisnya.
“Jika
berhasil? Jika tidak?” tanyaku.
“Aku
yakin ini akan berhasil, dan ini memang akan berhasil!” suara di seberang sana
menjadi lebih bersemangat.
Oh
iya, aku Kim, usiaku baru 22 tahun dan Dr. Stein sendiri sebenarnya adalah
teman seumuranku, tapi karena kejeniusannya, ia sudah menjadi seorang dokter
dan ilmuwan di umur yang masih cukup muda. Ia sangat terobsesi dengan ilmu
pengetahuan, ia nomer satu jika untuk urusan ilmu pengetahuan. Stein memiliki
rambut keriting yang acak-acakan, ia selalu memakai kacamata yang bingkainya
sangat tebal. Jika kalian melihatnya secara langsung, aku yakin kalian pasti
akan mengira bahwa Stein adalah Einstein atau siapapun yang pernah menjadi
penemu-penemu penemuan penting di dunia. Apa memang seorang ilmuwan harus
memiliki setelan seperti itu? Entah.
Aku
berteman dengan Stein sejak SMA, seperti yang ku katakan sebelumnya, dari dulu
Stein sudah tergila-gila dengan ilmu pengetahuan. Sementara aku, aku lebih
tertarik dengan dunia olahraga sejak dulu. Tapi di luar itu semua, kami saling
berteman. Stein melanjutkan pendidikannya dengan mengambil kuliah kedokteran
dan menjadi mahasiswa yang lulus dengan cepat dan juga dengan nilai yang sangat
tinggi. Stein memang jenius. Aku sendiri baru menyelesaikan kuliahku di bidang
ekonomi satu tahun yang lalu.
“Pokoknya
kau harus kesini nanti, Kim!” suara Stein mengembalikan kesadaranku yang sedang
berjalan-jalan ke masa lalu.
“Beres
deh,” jawabku singkat. Lalu percakapan kami pun berakhir.
Stein
memang selalu memberitahuku jika ia menemukan sebuah penemuan baru. Yang
terakhir adalah ia memamerkan Flash. Flash adalah anjing miliknya. Sekilas
tidak ada yang berbeda dari Flash, ia sama seperti anjing lainnya. Tapi jika
kau menganggap Flash sama seperti anjing lainnya, kau salah. Salah besar.
Flash
bukan anjing sembarangan, ia adalah anjing yang bisa berbicara seperti manusia.
Entah suntikan apa yang diberikan oleh Stein sehingga Flash bisa berbicara seperti
manusia. Meskipun demikian, penguasaan kata yang dimiliki Flash masihlah
terbatas, Flash hanya bisa berbicara sebatas mengucapkan halo, selamat pagi,
siang, sore, malam, sampai jumpa, selamat tinggal. Tapi Flash adalah seekor
anjing, dan aku baru kali ini melihat anjing bisa berbicara meskipun penguasaan
kata yang dimilikinya masihlah terbatas. Stein sangat bangga pada Flash, akupun
demikian, aku takjub pada Flash.
Sinar
matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela kamarku. Aku merasakan hangat
menjalar di sekujur tubuhku. Hangat yang membuatku jadi bersemangat. Aku
beranjak dari tempat tidurku untuk segera mandi. Hari ini adalah hari Minggu,
siapapun pasti suka hari Minggu. Mungkin kalian juga suka hari Minggu. Aku
yakin, kalian pasti suka hari Minggu. Selesai mandi aku bergegas ke rumah Dr.
Stein tanpa sarapan terlebih dahulu. Rumah Dr. Stein cukup jauh dari rumahku,
butuh satu jam jika menggunakan bis untuk menuju rumah Dr. Stein dari rumahku.
Aku
sudah berada di bis untuk menuju rumah Dr. Stein. Bis cukup ramai pagi itu. Aku
yang masih mengantuk terlelap dalam bis. Begitu aku terbangun, aku sudah hampir
sampai di rumah Dr. Stein.
Aku
pun sampai di rumah Dr. Stein dan aku bisa melihat Stein sudah menungguku di
halaman rumahnya yang memang dekat dengan jalan raya. Ia tampak senang melihat
kedatanganku. Pikiranku mencoba berjinjit untuk mengintip penemuan apa yang
akan Stein pamerkan padaku. Tapi aku tidak bisa mendapatkan bayangan mengenai
apa yang akan Stein pamerkan padaku.
“Ayo
Kim, aku sudah lama menunggumu!” Stein mengajakku masuk ke rumahnya.
Rumah
Stein cukup berantakan, ia tidak pernah peduli dengan rumahnya. Ia memiliki
laboratorium di rumahnya, laboratorium tempatnya meneliti dan menemukan hal-hal
gila. Laboratorium adalah ruangan dimana Stein banyak menghabiskan waktunya.
Stein lebih sering berada di laboratorium ketimbang di ruangan lainnya di
rumahnya. Bahkan terkadang Stein tidur di laboratoriumnya, padahal dia sendiri
memiliki kamar tidur yang cukup luas.
Aku
sampai di laboratorium Stein, kulihat Stein semakin senang ketika ia membuka
pintu laboratoriumnya. Laboratorium Stein memiliki peralatan yang cukup lengkap.
Aku tidak mengerti fungsi dari semua alat yang ada di laboratoriumnya. Yang
jelas alatnya selalu tersusun rapi dan teratur. Bahkan lebih teratur dari
rumahnya.
“Ayo
lihat ini Kim!” tangan Stein menunjuk ke arah Flash, si anjing pintar. Aku
tidak menyadari apa yang dilakukan tangan Stein yang satu lagi. Tapi begitu aku
melihat tangan Stein yang satu lagi, tangannya sudah menggenggam pistol. Tangan
Stein yang sebelah kanan menunjuk ke arah Flash, sementara tangan yang sebelah
kiri menggenggam senapan pendek. Aku yakin pistol tersebut ia sembunyikan di
dalam jas laboratorium yang ia kenakan.
“Lihat
ini, Kim!” sorot mata Stein berubah serius. Sementara aku masih
tebingung-bingung. Kuputuskan untuk menuruti perintah Stein untuk melihat ke
arah Flash.
Dorrr!
Suara tembakan terdengar tidak lama kemudian. Aku memekik ngeri begitu sadar
darah keluar dengan derasnya dari kepala Flash si anjing pintar. Aku menoleh ke
arah Stein dan melihat senyuman terukir di wajah Stein. Aku juga bisa melihat
asap masih keluar dari ujung pistol yang digunakan Stein untuk menembak anjing
kebanggaannya.
“Flash
yang malang,” kata Stein suram sambil berjalan menuju ke arah Flash. Begitu
sampai di depan tubuh Flash yang sudah tidak bernyawa, Stein berjongkok di
depan Flash. Bagian berikutnya yang akan aku ceritakan mungkin tidak akan
kalian percayai. Flash tiba-tiba saja bangkit lagi dan seperti tidak terjadi
apa-apa pada dirinya. Flash langsung menjilati wajah Stein dengan girang.
“Nyawamu
tinggal 5 lagi, Flash,” kata Stein sambil mengusap-ngusap kepala Flash.
Stein
memalingkan wajahnya ke arahku sambil tersenyum bangga. Aku masih tidak bisa
mempercayai apa yang aku baru lihat barusan. Bagaimana mungkin anjing yang
sudah mati tertembak bisa hidup lagi. Aku bisa mendengar bunyi tembakan yang
barusan adalah sangat nyata. Aku juga melihat kematian yang barusan adalah
sangat nyata. Darah yang keluar dengan derasnya dari kepala Flash juga sangat
nyata. Dan yang terpenting adalah anjing yang bisa hidup lagi setelah tertembak
kepalanya adalah sangat nyata. Lebih nyata dari apa yang pernah aku lihat
selama ini.
Nyata
dan mengerikan.
Aku
juga masih tidak bisa memahami apa maksud Stein mengatakan bahwa nyawa Flash
tinggal 5.
“Kau
lihat yang barusan? Yang barusan adalah penemuan terbaruku Kim!” tegas Stein.
Lagi-lagi aku melihat senyum kebanggaan terpancar dari wajah Stein. “Kau tau
kan cerita yang mengatakan bahwa kucing memiliki 9 nyawa?” Stein bertanya
padaku.
“Eh?
Aku tau, aku pernah mendengar cerita itu saat aku masih kecil, tapi aku rasa
itu tidak mungkin. Nyawa kucing hanya satu, Stein”
“Coba
lihat itu!” tangan Stein menunjuk ke arah meja percobaan di laboratoriumnya.
Saat
pandanganku mengikuti tangan Stein, aku kembali merasa ngeri, ada mayat kucing
yang terbujur kaku di meja percobaan tersebut. Kepala kucing tersebut hancur
dan aku bisa melihat isi kepalanya berantakan di meja tersebut. Mata kucing
tersebut juga tidak ada.
Aku
baru kali ini merasakan ngeri yang begitu mencekik perasaanku. Ngeri yang baru
pertama kali aku alami, ngeri yang bercampur dengan mual yang teramat begitu
melihat mayat kucing di meja tersebut.
“Aku
mencoba menggabungkan kucing dan makhluk lain yang aku kehendaki. Aku membunuh
kucing tersebut dan aku ambil mata, otak, sari-sarinya juga sedikit darahnya untuk
aku campur dengan tubuh makhluk lain yang aku mau, Flash sudah mencobanya dan
ternyata benar, kucing memang memiliki 9 nyawa! Aku sudah membunuh Flash empat
kali setelah aku memasukkan sari-sari kucing tersebut ke tubuh Flash, dan kau
bisa lihat percobaanku berhasil. Saat ini, nyawa Flash tinggal 5” tandas Stein.
Aku
terdiam mendengarkan penjelasan yang menakjubkan dari Stein. Penjelasan yang
menakjubkan sekaligus mengerikan.
“Aku
akan mengembangkan percobaanku hari ini dengan mengaplikasikannya pada manusia!”
ujar Stein. “Aku akan menciptakan apa yang Tuhan tidak pernah ciptakan”
bisiknya.
Tiba-tiba
aku menjadi takut dan ngeri, aku mengerti bahwa setelah ini Stein akan
menjadikanku sebagai percobaannya. Tiba-tiba aku ingin pulang dan aku ingin
melupakan apa yang barusan aku lihat, aku juga ingin melupakan penjelasan Stein
yang mengerikan.
“Kau
harus membantuku, Kim! Aku akan menciptakan apa yang Tuhan tidak pernah
ciptakan” bisiknya ke arahku. Aku bisa melihat tatapan mata Stein penuh harap
kepadaku. Matanya juga berbinar-binar.
Dalam
hati aku berpikir sebenarnya seru bila memiliki nyawa banyak, aku mulai
berandai-andai jika percobaan tersebut berhasil diaplikasikan pada manusia.
Pastilah sangat keren. Rasa ngeriku sedikit berkurang ketika aku membayangkan
bagaimana bila nantinya aku memang benar-benar memiliki 9 nyawa. Pasti sangat
seru.
Seru
dan keren.
“Apa
yang harus aku lakukan, Stein?” tanyaku pada Stein.
“Kau
tidak perlu melakukan apapun, aku cukup menyuntikkan sari-sari kucing dan
beberapa cairan ke tubuhmu, Kim” jawabnya. “Ini pasti akan berhasil, kau akan
punya 9 nyawa!” imbuhnya.
“Baiklah
aku bersedia!” jawabku yakin. Bayangan diriku yang memiliki 9 nyawa semakin
nyata di pikiranku. Keren.
Tidak
lama kemudian Stein pergi ke sudut laboratoriumnya. Saat ia kembali ke
hadapanku ia membawa kucing yang lucu.
Meooonggg...
meooonggg...
Kucing
tersebut mengeong dan berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Stein. Mungkin
kucing tersebut tau bahwa ia akan dijadikan percobaan. Akupun sadar bahwa diriku
akan dijadikan percobaan.
Stein
menyuntikkan sesuatu ke tubuh kucing tersebut, tidak lama kemudian kucing
tersebut menjadi lemas, mata kucing tersebut tertutup. Stein langsung
meletakkan kucing tersebut di meja percobaannya. Dengan cekatan ia mengambil
peralatan bedah. Aku bergidik ngeri ketika Stein mulai membedah tubuh kucing
tersebut. Aku melihat darah mengalir dari kepala kucing tersebut. Kucing
tersebut sudah mati.
Stein
sangat serius dengan tubuh kucing tersebut. Ia mengeluarkan bagian dalam kucing
tersebut. Ia juga mengambil darah kucing tersebut sedikit dan menuangkannya di
sebuah cawan.
“Kau
minum ini dulu” ujar Stein sambil memberikan cawan berisi darah kucing
kepadaku.
Tiba-tiba
aku mual melihat darah kucing yang berada di cawan tersebut. Aku bisa mencium
aroma anyir dari darah kucing tersebut. Tapi sudah terlambat buatku untuk
merasa ngeri dan mual. Aku sudah terlanjur menyetujui kemauan Stein untuk
menjadi percobaannya.
Rasa
mual semakin kurasakan ketika cairan kental berwarna merah tersebut masuk ke
sela-sela tenggorokanku. Aromanya sangat mengerikan, baru kali ini aku
merasakan minum darah, dan ini darah kucing. Tenggorokanku tercekik aroma aneh
dan rasa aneh ketika aku menghabiskan darah kucing di dalam cawan tersebut.
Setelah habis, aku membersihkan darah kucing yang membekas di daerah bibirku.
Aku mengusapnya dengan tangan dan aku melihat tangan yang aku gunakan untuk
mengusap sisa darah tersebut menjadi merah, merah darah. Darah kucing.
Tidak
lama setelah aku menghabiskan darah kucing tersebut, Stein menyuntikku dengan
cairan yang ia katakan sebagai sari-sari kucing. Aku merasakan sensasi aneh
ketika sari-sari kucing tersebut disuntikkan ke tubuhku.
Aku
baru saja berjalan menuju rumahku sehabis turun dari bis, aku melihat anak
perempuan menangis di tengah jalan. Pada saat bersamaan aku melihat sebuah truk
kehilangan kendali di belakang anak tersebut. Aku sadar bahwa anak perempuan
tersebut tidak sadar di belakangnya ada truk yang kehilangan kendali. Aku
berusaha meneriakinya. Orang-orang di sekitarku juga berusaha meneriakinya.
Anak tersebut tidak bergeming, justru tangisannya semakin kencang. Beberapa
detik sebelum truk tersebut menyambar anak perempuan itu, aku mendorong anak
tersebut. Aku mendengar jeritan dari anak tersebut. Aku juga mendengar teriakan
ngeri dari orang-orang di tempat tersebut.
Aku
merasakan badanku hancur ketika truk tersebut meghantamku. Darah mengalir dari
kepalaku. Aku merasakan hangatnya darah yang keluar dari kepalaku. Hangat.
Hangat dan anyir.
Klakson
truk terus berbunyi. Orang-orang semakin menjerit ketakutan melihat tubuhku
terseret truk tersebut. Tenggorokanku sakit, penglihatanku kabur. Beberapa saat
kemudian semua menjadi gelap. Sangat gelap. Sangat dingin.
Untuk
beberapa saat semua terasa tenang. Semua terasa hening. Aku baru kali ini
merasakan hening yang sangat sunyi. Sunyi yang bisa membunuh siapapun yang
merasakannya. Tiba-tiba ada sebuah kekuatan aneh yang menyelimuti tubuhku. Tubuhku tidak dingin lagi, tubuhku menjadi
hangat. Aku melihat cahaya putih dalam kegelapan tersebut. Aku berusaha
menghampiri cahaya tersebut, aku setengah berlari untuk mencapai cahaya putih
tersebut. Aku berhasil mencapainya. Aku berhasil mencapai cahaya putih
tersebut.
Aku
membuka kedua mataku, darah masih mengalir sedikit dari kepalaku. Aku melihat
sekitarku banyak orang mengerumuniku. Mereka terkejut begitu melihat aku masih
hidup. Sebagian dari mereka ada yang lari ketakutan, sebagiannya lagi terdiam
heran dan penuh tanya melihatku masih hidup.
Sekarang
aku percaya bahwa kucing memang memiliki 9 nyawa. Aku juga percaya bahwa Dr.
Stein berhasil menjadikanku sebagai percobaannya. Dr. Stein benar-benar
berhasil menciptakan sesuatu yang tidak pernah Tuhan ciptakan. Dr. Stein
berhasil membuat manusia memiliki 9 nyawa. Terimakasih Dr. Stein, terimakasih
sari-sari kucing. Aku berdiri dan langsung meninggalkan tempat tersebut. Aku
melihat wajah orang-orang di sekitarku penuh tanya dan keheranan. Aku juga
masih heran dengan apa yang barusan menimpaku. Heran dan bangga. Aku keren, aku
punya 9 nyawa. Nyawaku tinggal 8 sekarang. Aku bergegas meninggalkan tempat
tersebut dan segera ke rumahku untuk membersihkan darah yang sudah mengering di
tubuhku.
Setelah
mandi dan membersihkan tubuhku, aku menelpon Stein dan menceritakan keberhasilan
eksperimennya. Ia tertawa puas mengetahui keberhasilan eksperimennya. Akupun
tertawa menyadari betapa kerennya aku memiliki 9 nyawa berkat darah dan
sari-sari kucing yang sudah menyatu di tubuhku.
Hari-hari
berikutnya aku berhasil melewatkan kematian-kematianku berkat sari-sari kucing
yang disuntikkan ke tubuhku oleh Stein. Barusan aku berhasil melewati
kematianku yang ke 7. Ceritanya akibat ulahku sendiri. Sehabis mandi, tanganku
belum benar-benar kering ketika aku berusaha melepas kabel charger laptopku
dari stop kontak. Saat aku berusaha melepaskan kabel tersebut dari stop kontak,
tanganku justru terpeleset meluncur ke lubang stop kontak, sedetik kemudian
tubuhku kejang, aku merasakan sengatan yang merata di seluruh tubuhku, sengatan
yang menyakitkan. Sengatan menyakitkan tersebut bercampur dengan bau daging
panggang. Bau gosong yang berasal dari tubuhku sendiri masih bisa ku cium.
Sebelum semuanya menjadi gelap dan dingin. Gelap dan dingin seperti sebelumnya.
Gelap dan dingin yang sudah pernah aku alami dan aku lewati. Dan seperti biasa,
setelah itu selalu ada kekuatan yang membuatku bisa hidup lagi. Selalu ada
kekuatan yang membuatku bisa melewati dan hidup dari kematianku lagi.
Nyawa
kucing yang melekat di tubuhku semakin berkurang. Aku sudah melewati 7
kematian. Kucing memiliki 9 nyawa, berarti aku masih bisa mati 2 kali lagi. Aku
masih bisa melewati 2 kematian lagi. Aku masih memiliki kesempatan untuk
merasakan mati dan hidup kembali sebanyak 2 kali. 2 kali lagi, 2 kesempatan
lagi. 2 nyawa lagi.
Malam
itu aku pulang dari rumah Dr. Stein setelah seharian disana untuk melatih Flash
supaya makin mahir berbicara. Nyawa Flash masih 5, Dr. Stein belum membunuh
Flash lagi. Aku pulang dari rumah Stein sekitar jam 9 malam. Ketika sedang
menunggu bis, aku melihat perempuan dihadang 2 orang perampok bersenjata api,
malam itu memang sangat sepi, hanya ada aku yang sedang menunggu bis dan juga
perempuan dan para penjahat tersebut. Aku bergegas untuk menolong perempuan
tersebut. Yang aku pikirkan adalah aku akan jadi pahlawan untuk perempuan
tersebut, lagipula dia cukup cantik meskipun aku melihatnya dari jauh. Dan yang
terpenting adalah aku masih punya 2 nyawa.
“Hei,
tidak usah ikut campur kau!” bentak salah satu perampok sambil menodongkan
senjata api ke arahku.
“Tenang
nona, aku akan menyelesaikan semua ini!” kataku sambil menoleh ke arah
perempuan yang ketakutan tersebut. Dan dia memang cantik.
2
perampok tersebut menuju ke arahku, salah satu dari mereka menodongkan senjata
api ke arahku. Ini mungkin akan jadi kematian ku yang ke-8. Dan berarti aku
masih punya 1 kali kesempatan lagi. Kesempatanku yang terakhir.
Dorrr!
Suara senjata api tersebut terdengar. Aku merasakan peluru tersebut menembus
dahiku. Darah merembes dari lubang yang ditinggalkan peluru tersebut. Sakit dan
hangat. Aku merasakan sakit yang semakin menjadi-jadi ketika peluru tersebut
semakin dalam menembus dahiku.
Dorrr!
Lagi-lagi perampok tersebut menembakku. Lagi-lagi di dahiku, ada dua lubang
sekarang di dahiku. Darah mengucur semakin deras, aku semakin kedinginan, aku
menanti gelap dan dingin lalu kekuatan yang biasanya datang pada kematianku,
kekuatan yang menghidupkanku lagi dari kematianku. Aku menantinya. Ayolah cepat
datang. Aku meminta agar kekuatan aneh tersebut cepat datang.
Tapi,
aku tersadar. Aku teringat. Stein sebelum melakukan percobaan kepadaku, ia
membunuh kucing tersebut terlebih dahulu. Berarti nyawa kucing yang ada di
tubuhku hanya 8. Hanya ada 8 nyawa dan bukan 9. Aku, maksudku, Stein dan aku
melewatkan hal yang penting, kami tidak sadar bahwa kucing tersebut sudah
kehilangan 1 nyawanya sebelum sari-sarinya disuntikkan kepadaku. Aku hanya
memiliki 8 nyawa bukan 9. Aku memekik ketakutan sambil terus merasakan
kesakitan dan juga hangatnya darah yang terus mengalir dari dahiku. Aku baru
sadar bahwa aku hanya memiliki 8 nyawa dan bukan 9 nyawa. Tapi sadarku sudahlah
terlambat. Ini kematian ke-8 ku, ini kematian terakhirku. Aku tersadar sesaat
sebelum semuanya menjadi dingin. Sekujur tubuhku menjadi dingin, pandanganku
kabur. Lalu semuanya menjadi gelap. Gelap dan tidak ada kekuatan yang
menghidupkanku lagi dari kematianku.
Aku
sedang asyik menikmati ikan tuna di sudut jalan. Ikan tuna curian memang terasa
sangat nikmat. Aku memakan dan memperhatikan ikan tuna tersebut dengan seksama.
Aku menjilati tiap jengkal tuna tersebut. Tiba-tiba ada tangan yang mendekapku
dan mengangkatku.
“Ah
beruntungnya aku menemukan kucing gemuk disini”
Aku
berkata “Halo Stein, ini aku, ini aku, aku Kim!” tapi hanya suara mengeong yang
keluar dari mulutku.
“Aku
akan menjadikanmu kucing percobaanku. Kim temanku, sekarang memiliki 9 nyawa
berkat sari-sari kucing yang aku suntikkan ke tubuhnya.” kata Stein.
“Lepaskan
aku! Aku Kim! Lepaskan aku Stein!”
“Meongg...meongg”
Stein menirukan suaraku.
Stein
semakin erat menggendongku, ia membawaku ke rumahnya, lalu ia membawaku ke
laboratoriumnya. Di laboratorium tersebut ada seorang perempuan yang nampaknya
menunggu Stein. Begitu ia melihat Stein menggendongku ia tersenyum senang.
“Oh
iya Dr. Stein, mana orang bernama Kim? Aku ingin mendengarkan kesaksiannya yang
berhasil menjadi percobaanmu.” kata perempuan tersebut kepada Stein.
“Kim
ya? Aku juga bingung kemana dia, aku menelponnya berkali-kali tetap tidak ada
jawaban.” jawab Stein. “Entahlah aku bingung” imbuhnya.
“Ini
aku, aku Kim! Tolong lepaskan aku!” aku berteriak dan mencoba melepaskan diri
dari gendongan Stein, tapi hanya suara mengeong yang keluar dari mulutku.
“Kucing
ini sangat lucu dan menggemaskan” ujar perempuan tersebut kepada Stein. “Dimana
kau menemukannya?” tanya perempuan tersebut.
“Aku
menemukan kucing ini di sudut jalan dekat rumahku, ia sedang asik menyantap
ikan tuna ketika aku temukan,” jawab Dr. Stein. “Sari-sari kucing ini yang akan
ku suntikkan ke tubuhmu, Sarah” imbuh Dr. Stein.
Setelah
itu Dr. Stein menyuntikkan sebuah cairan ke tubuhku, sesaat kemudian aku
menjadi lemas. Sangat lemas. Lalu aku menutup mataku, aku tidak sanggup membuka
kedua mataku. Semuanya jadi gelap.
Aku
terbangun di sebuah kamar, kamar yang sangat asing bagiku. Cat tembok kamar
tersebut berwarna pink.
“Sarah,
ayo bangun! Saatnya sarapan,” suara perempuan mengagetkanku.
Sarah?
Aku Kim bukan Sarah. Kataku dalam hati.
Aku
terpekik ngeri begitu melihat tubuhku sendiri, aku menjadi perempuan, aku
menjadi perempuan yang pernah aku lihat di laboratorium Dr. Stein. Aku Sarah?
“Sarah,
ayo bangun! Saatnya sarapan,” suara perempuan tersebut kembali membuyarkan rasa
ngeriku.
“I..iyaa....”
aku menjawab seadanya. Aku masih bingung, aku merasakan ngeri. Kalian harus
tau, aku Kim bukan Sarah. Tapi tubuhku, tubuh Sarah.
Aku
masih belum paham dengan apa yang terjadi sebenarnya, tapi langkah kakiku
menuntunku untuk keluar kamar tersebut. Kamar tersebut ternyata ada di lantai
2, aku menuruni tangga dan menuju ke ruang makan, aku sendiri masih asing
dengan rumah tersebut. Masih sangat asing. Tapi langkah kakiku menuntunku ke
meja makan, padahal aku belum pernah tinggal di rumah tersebut.
“Ayo
sarapan Sarah, mama udah masak ikan tuna dan telur orak-arik.” ujar perempuan
tersebut.
Mama?
Aku baru sadar ternyata perempuan tersebut adalah ibunya Sarah. Aku langsung
bergegas mengambil ikan tuna kesukaanku, aku mengambilnya dengan kedua tanganku,
aku lalu menjilati ikan tuna tersebut, pagi itu, aku sangat lapar.
“Aduh!
Sarah, pakai sendok dan garpunya dong! Jangan dijilatin ikannya, jangan
bertingkah seperti kucing!” ujar perempuan itu.
Aku
tidak menghiraukan apa yang perempuan tersebut katakan, perutku sangat lapar
pagi itu, aku hanya fokus pada ikan tuna tersebut. Aku menjilatinya jengkal
demi jengkal. Tuna sangatlah nikmat. Sesekali aku mengeong sambil menikmati
tuna tersebut.
No comments:
Post a Comment