Saturday, 24 May 2014

Kucing Percobaan.

Dr. Stein menelponku pagi buta begini, aku yang sedang terlelap menjadi terganggu karena bunyi nada dering ponselku. Aku sendiri tidak paham mengapa nada dering ponselku bisa berada di urutan teratas untuk urusan mengganggu orang yang sedang tidur.

“Kim, ada kabar baik, kau harus segera ke rumahku. Ini eksperimen terbesarku,” suara di seberang sana terdengar begitu menggebu dan bersemangat. “Ini akan menjadi pertama di dunia jika berhasil!” desisnya.
“Jika berhasil? Jika tidak?” tanyaku.
“Aku yakin ini akan berhasil, dan ini memang akan berhasil!” suara di seberang sana menjadi lebih bersemangat.

Oh iya, aku Kim, usiaku baru 22 tahun dan Dr. Stein sendiri sebenarnya adalah teman seumuranku, tapi karena kejeniusannya, ia sudah menjadi seorang dokter dan ilmuwan di umur yang masih cukup muda. Ia sangat terobsesi dengan ilmu pengetahuan, ia nomer satu jika untuk urusan ilmu pengetahuan. Stein memiliki rambut keriting yang acak-acakan, ia selalu memakai kacamata yang bingkainya sangat tebal. Jika kalian melihatnya secara langsung, aku yakin kalian pasti akan mengira bahwa Stein adalah Einstein atau siapapun yang pernah menjadi penemu-penemu penemuan penting di dunia. Apa memang seorang ilmuwan harus memiliki setelan seperti itu? Entah.

Aku berteman dengan Stein sejak SMA, seperti yang ku katakan sebelumnya, dari dulu Stein sudah tergila-gila dengan ilmu pengetahuan. Sementara aku, aku lebih tertarik dengan dunia olahraga sejak dulu. Tapi di luar itu semua, kami saling berteman. Stein melanjutkan pendidikannya dengan mengambil kuliah kedokteran dan menjadi mahasiswa yang lulus dengan cepat dan juga dengan nilai yang sangat tinggi. Stein memang jenius. Aku sendiri baru menyelesaikan kuliahku di bidang ekonomi satu tahun yang lalu.

“Pokoknya kau harus kesini nanti, Kim!” suara Stein mengembalikan kesadaranku yang sedang berjalan-jalan ke masa lalu.
“Beres deh,” jawabku singkat. Lalu percakapan kami pun berakhir.

Stein memang selalu memberitahuku jika ia menemukan sebuah penemuan baru. Yang terakhir adalah ia memamerkan Flash. Flash adalah anjing miliknya. Sekilas tidak ada yang berbeda dari Flash, ia sama seperti anjing lainnya. Tapi jika kau menganggap Flash sama seperti anjing lainnya, kau salah. Salah besar.

Flash bukan anjing sembarangan, ia adalah anjing yang bisa berbicara seperti manusia. Entah suntikan apa yang diberikan oleh Stein sehingga Flash bisa berbicara seperti manusia. Meskipun demikian, penguasaan kata yang dimiliki Flash masihlah terbatas, Flash hanya bisa berbicara sebatas mengucapkan halo, selamat pagi, siang, sore, malam, sampai jumpa, selamat tinggal. Tapi Flash adalah seekor anjing, dan aku baru kali ini melihat anjing bisa berbicara meskipun penguasaan kata yang dimilikinya masihlah terbatas. Stein sangat bangga pada Flash, akupun demikian, aku takjub pada Flash.

Sinar matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela kamarku. Aku merasakan hangat menjalar di sekujur tubuhku. Hangat yang membuatku jadi bersemangat. Aku beranjak dari tempat tidurku untuk segera mandi. Hari ini adalah hari Minggu, siapapun pasti suka hari Minggu. Mungkin kalian juga suka hari Minggu. Aku yakin, kalian pasti suka hari Minggu. Selesai mandi aku bergegas ke rumah Dr. Stein tanpa sarapan terlebih dahulu. Rumah Dr. Stein cukup jauh dari rumahku, butuh satu jam jika menggunakan bis untuk menuju rumah Dr. Stein dari rumahku.

Aku sudah berada di bis untuk menuju rumah Dr. Stein. Bis cukup ramai pagi itu. Aku yang masih mengantuk terlelap dalam bis. Begitu aku terbangun, aku sudah hampir sampai di rumah Dr. Stein.

Aku pun sampai di rumah Dr. Stein dan aku bisa melihat Stein sudah menungguku di halaman rumahnya yang memang dekat dengan jalan raya. Ia tampak senang melihat kedatanganku. Pikiranku mencoba berjinjit untuk mengintip penemuan apa yang akan Stein pamerkan padaku. Tapi aku tidak bisa mendapatkan bayangan mengenai apa yang akan Stein pamerkan padaku.

“Ayo Kim, aku sudah lama menunggumu!” Stein mengajakku masuk ke rumahnya.
Rumah Stein cukup berantakan, ia tidak pernah peduli dengan rumahnya. Ia memiliki laboratorium di rumahnya, laboratorium tempatnya meneliti dan menemukan hal-hal gila. Laboratorium adalah ruangan dimana Stein banyak menghabiskan waktunya. Stein lebih sering berada di laboratorium ketimbang di ruangan lainnya di rumahnya. Bahkan terkadang Stein tidur di laboratoriumnya, padahal dia sendiri memiliki kamar tidur yang cukup luas.

Aku sampai di laboratorium Stein, kulihat Stein semakin senang ketika ia membuka pintu laboratoriumnya. Laboratorium Stein memiliki peralatan yang cukup lengkap. Aku tidak mengerti fungsi dari semua alat yang ada di laboratoriumnya. Yang jelas alatnya selalu tersusun rapi dan teratur. Bahkan lebih teratur dari rumahnya.

“Ayo lihat ini Kim!” tangan Stein menunjuk ke arah Flash, si anjing pintar. Aku tidak menyadari apa yang dilakukan tangan Stein yang satu lagi. Tapi begitu aku melihat tangan Stein yang satu lagi, tangannya sudah menggenggam pistol. Tangan Stein yang sebelah kanan menunjuk ke arah Flash, sementara tangan yang sebelah kiri menggenggam senapan pendek. Aku yakin pistol tersebut ia sembunyikan di dalam jas laboratorium yang ia kenakan.

“Lihat ini, Kim!” sorot mata Stein berubah serius. Sementara aku masih tebingung-bingung. Kuputuskan untuk menuruti perintah Stein untuk melihat ke arah Flash.
Dorrr! Suara tembakan terdengar tidak lama kemudian. Aku memekik ngeri begitu sadar darah keluar dengan derasnya dari kepala Flash si anjing pintar. Aku menoleh ke arah Stein dan melihat senyuman terukir di wajah Stein. Aku juga bisa melihat asap masih keluar dari ujung pistol yang digunakan Stein untuk menembak anjing kebanggaannya.

“Flash yang malang,” kata Stein suram sambil berjalan menuju ke arah Flash. Begitu sampai di depan tubuh Flash yang sudah tidak bernyawa, Stein berjongkok di depan Flash. Bagian berikutnya yang akan aku ceritakan mungkin tidak akan kalian percayai. Flash tiba-tiba saja bangkit lagi dan seperti tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Flash langsung menjilati wajah Stein dengan girang.

“Nyawamu tinggal 5 lagi, Flash,” kata Stein sambil mengusap-ngusap kepala Flash.

Stein memalingkan wajahnya ke arahku sambil tersenyum bangga. Aku masih tidak bisa mempercayai apa yang aku baru lihat barusan. Bagaimana mungkin anjing yang sudah mati tertembak bisa hidup lagi. Aku bisa mendengar bunyi tembakan yang barusan adalah sangat nyata. Aku juga melihat kematian yang barusan adalah sangat nyata. Darah yang keluar dengan derasnya dari kepala Flash juga sangat nyata. Dan yang terpenting adalah anjing yang bisa hidup lagi setelah tertembak kepalanya adalah sangat nyata. Lebih nyata dari apa yang pernah aku lihat selama ini.

Nyata dan mengerikan.

Aku juga masih tidak bisa memahami apa maksud Stein mengatakan bahwa nyawa Flash tinggal 5.

“Kau lihat yang barusan? Yang barusan adalah penemuan terbaruku Kim!” tegas Stein. Lagi-lagi aku melihat senyum kebanggaan terpancar dari wajah Stein. “Kau tau kan cerita yang mengatakan bahwa kucing memiliki 9 nyawa?” Stein bertanya padaku.
“Eh? Aku tau, aku pernah mendengar cerita itu saat aku masih kecil, tapi aku rasa itu tidak mungkin. Nyawa kucing hanya satu, Stein”
“Coba lihat itu!” tangan Stein menunjuk ke arah meja percobaan di laboratoriumnya.

Saat pandanganku mengikuti tangan Stein, aku kembali merasa ngeri, ada mayat kucing yang terbujur kaku di meja percobaan tersebut. Kepala kucing tersebut hancur dan aku bisa melihat isi kepalanya berantakan di meja tersebut. Mata kucing tersebut juga tidak ada.

Aku baru kali ini merasakan ngeri yang begitu mencekik perasaanku. Ngeri yang baru pertama kali aku alami, ngeri yang bercampur dengan mual yang teramat begitu melihat mayat kucing di meja tersebut.

“Aku mencoba menggabungkan kucing dan makhluk lain yang aku kehendaki. Aku membunuh kucing tersebut dan aku ambil mata, otak, sari-sarinya juga sedikit darahnya untuk aku campur dengan tubuh makhluk lain yang aku mau, Flash sudah mencobanya dan ternyata benar, kucing memang memiliki 9 nyawa! Aku sudah membunuh Flash empat kali setelah aku memasukkan sari-sari kucing tersebut ke tubuh Flash, dan kau bisa lihat percobaanku berhasil. Saat ini, nyawa Flash tinggal 5” tandas Stein.

Aku terdiam mendengarkan penjelasan yang menakjubkan dari Stein. Penjelasan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

“Aku akan mengembangkan percobaanku hari ini dengan mengaplikasikannya pada manusia!” ujar Stein. “Aku akan menciptakan apa yang Tuhan tidak pernah ciptakan” bisiknya.

Tiba-tiba aku menjadi takut dan ngeri, aku mengerti bahwa setelah ini Stein akan menjadikanku sebagai percobaannya. Tiba-tiba aku ingin pulang dan aku ingin melupakan apa yang barusan aku lihat, aku juga ingin melupakan penjelasan Stein yang mengerikan.

“Kau harus membantuku, Kim! Aku akan menciptakan apa yang Tuhan tidak pernah ciptakan” bisiknya ke arahku. Aku bisa melihat tatapan mata Stein penuh harap kepadaku. Matanya juga berbinar-binar.

Dalam hati aku berpikir sebenarnya seru bila memiliki nyawa banyak, aku mulai berandai-andai jika percobaan tersebut berhasil diaplikasikan pada manusia. Pastilah sangat keren. Rasa ngeriku sedikit berkurang ketika aku membayangkan bagaimana bila nantinya aku memang benar-benar memiliki 9 nyawa. Pasti sangat seru.

Seru dan keren.

“Apa yang harus aku lakukan, Stein?” tanyaku pada Stein.
“Kau tidak perlu melakukan apapun, aku cukup menyuntikkan sari-sari kucing dan beberapa cairan ke tubuhmu, Kim” jawabnya. “Ini pasti akan berhasil, kau akan punya 9 nyawa!” imbuhnya.
“Baiklah aku bersedia!” jawabku yakin. Bayangan diriku yang memiliki 9 nyawa semakin nyata di pikiranku. Keren.

Tidak lama kemudian Stein pergi ke sudut laboratoriumnya. Saat ia kembali ke hadapanku ia membawa kucing yang lucu.
Meooonggg... meooonggg...
Kucing tersebut mengeong dan berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Stein. Mungkin kucing tersebut tau bahwa ia akan dijadikan percobaan. Akupun sadar bahwa diriku akan dijadikan percobaan.

Stein menyuntikkan sesuatu ke tubuh kucing tersebut, tidak lama kemudian kucing tersebut menjadi lemas, mata kucing tersebut tertutup. Stein langsung meletakkan kucing tersebut di meja percobaannya. Dengan cekatan ia mengambil peralatan bedah. Aku bergidik ngeri ketika Stein mulai membedah tubuh kucing tersebut. Aku melihat darah mengalir dari kepala kucing tersebut. Kucing tersebut sudah mati.

Stein sangat serius dengan tubuh kucing tersebut. Ia mengeluarkan bagian dalam kucing tersebut. Ia juga mengambil darah kucing tersebut sedikit dan menuangkannya di sebuah cawan.

“Kau minum ini dulu” ujar Stein sambil memberikan cawan berisi darah kucing kepadaku.

Tiba-tiba aku mual melihat darah kucing yang berada di cawan tersebut. Aku bisa mencium aroma anyir dari darah kucing tersebut. Tapi sudah terlambat buatku untuk merasa ngeri dan mual. Aku sudah terlanjur menyetujui kemauan Stein untuk menjadi percobaannya.

Rasa mual semakin kurasakan ketika cairan kental berwarna merah tersebut masuk ke sela-sela tenggorokanku. Aromanya sangat mengerikan, baru kali ini aku merasakan minum darah, dan ini darah kucing. Tenggorokanku tercekik aroma aneh dan rasa aneh ketika aku menghabiskan darah kucing di dalam cawan tersebut. Setelah habis, aku membersihkan darah kucing yang membekas di daerah bibirku. Aku mengusapnya dengan tangan dan aku melihat tangan yang aku gunakan untuk mengusap sisa darah tersebut menjadi merah, merah darah. Darah kucing.

Tidak lama setelah aku menghabiskan darah kucing tersebut, Stein menyuntikku dengan cairan yang ia katakan sebagai sari-sari kucing. Aku merasakan sensasi aneh ketika sari-sari kucing tersebut disuntikkan ke tubuhku.

Aku baru saja berjalan menuju rumahku sehabis turun dari bis, aku melihat anak perempuan menangis di tengah jalan. Pada saat bersamaan aku melihat sebuah truk kehilangan kendali di belakang anak tersebut. Aku sadar bahwa anak perempuan tersebut tidak sadar di belakangnya ada truk yang kehilangan kendali. Aku berusaha meneriakinya. Orang-orang di sekitarku juga berusaha meneriakinya. Anak tersebut tidak bergeming, justru tangisannya semakin kencang. Beberapa detik sebelum truk tersebut menyambar anak perempuan itu, aku mendorong anak tersebut. Aku mendengar jeritan dari anak tersebut. Aku juga mendengar teriakan ngeri dari orang-orang di tempat tersebut.

Aku merasakan badanku hancur ketika truk tersebut meghantamku. Darah mengalir dari kepalaku. Aku merasakan hangatnya darah yang keluar dari kepalaku. Hangat. Hangat dan anyir.

Klakson truk terus berbunyi. Orang-orang semakin menjerit ketakutan melihat tubuhku terseret truk tersebut. Tenggorokanku sakit, penglihatanku kabur. Beberapa saat kemudian semua menjadi gelap. Sangat gelap. Sangat dingin.

Untuk beberapa saat semua terasa tenang. Semua terasa hening. Aku baru kali ini merasakan hening yang sangat sunyi. Sunyi yang bisa membunuh siapapun yang merasakannya. Tiba-tiba ada sebuah kekuatan aneh yang menyelimuti tubuhku. Tubuhku tidak dingin lagi, tubuhku menjadi hangat. Aku melihat cahaya putih dalam kegelapan tersebut. Aku berusaha menghampiri cahaya tersebut, aku setengah berlari untuk mencapai cahaya putih tersebut. Aku berhasil mencapainya. Aku berhasil mencapai cahaya putih tersebut.

Aku membuka kedua mataku, darah masih mengalir sedikit dari kepalaku. Aku melihat sekitarku banyak orang mengerumuniku. Mereka terkejut begitu melihat aku masih hidup. Sebagian dari mereka ada yang lari ketakutan, sebagiannya lagi terdiam heran dan penuh tanya melihatku masih hidup.

Sekarang aku percaya bahwa kucing memang memiliki 9 nyawa. Aku juga percaya bahwa Dr. Stein berhasil menjadikanku sebagai percobaannya. Dr. Stein benar-benar berhasil menciptakan sesuatu yang tidak pernah Tuhan ciptakan. Dr. Stein berhasil membuat manusia memiliki 9 nyawa. Terimakasih Dr. Stein, terimakasih sari-sari kucing. Aku berdiri dan langsung meninggalkan tempat tersebut. Aku melihat wajah orang-orang di sekitarku penuh tanya dan keheranan. Aku juga masih heran dengan apa yang barusan menimpaku. Heran dan bangga. Aku keren, aku punya 9 nyawa. Nyawaku tinggal 8 sekarang. Aku bergegas meninggalkan tempat tersebut dan segera ke rumahku untuk membersihkan darah yang sudah mengering di tubuhku.

Setelah mandi dan membersihkan tubuhku, aku menelpon Stein dan menceritakan keberhasilan eksperimennya. Ia tertawa puas mengetahui keberhasilan eksperimennya. Akupun tertawa menyadari betapa kerennya aku memiliki 9 nyawa berkat darah dan sari-sari kucing yang sudah menyatu di tubuhku.

Hari-hari berikutnya aku berhasil melewatkan kematian-kematianku berkat sari-sari kucing yang disuntikkan ke tubuhku oleh Stein. Barusan aku berhasil melewati kematianku yang ke 7. Ceritanya akibat ulahku sendiri. Sehabis mandi, tanganku belum benar-benar kering ketika aku berusaha melepas kabel charger laptopku dari stop kontak. Saat aku berusaha melepaskan kabel tersebut dari stop kontak, tanganku justru terpeleset meluncur ke lubang stop kontak, sedetik kemudian tubuhku kejang, aku merasakan sengatan yang merata di seluruh tubuhku, sengatan yang menyakitkan. Sengatan menyakitkan tersebut bercampur dengan bau daging panggang. Bau gosong yang berasal dari tubuhku sendiri masih bisa ku cium. Sebelum semuanya menjadi gelap dan dingin. Gelap dan dingin seperti sebelumnya. Gelap dan dingin yang sudah pernah aku alami dan aku lewati. Dan seperti biasa, setelah itu selalu ada kekuatan yang membuatku bisa hidup lagi. Selalu ada kekuatan yang membuatku bisa melewati dan hidup dari kematianku lagi.

Nyawa kucing yang melekat di tubuhku semakin berkurang. Aku sudah melewati 7 kematian. Kucing memiliki 9 nyawa, berarti aku masih bisa mati 2 kali lagi. Aku masih bisa melewati 2 kematian lagi. Aku masih memiliki kesempatan untuk merasakan mati dan hidup kembali sebanyak 2 kali. 2 kali lagi, 2 kesempatan lagi. 2 nyawa lagi.

Malam itu aku pulang dari rumah Dr. Stein setelah seharian disana untuk melatih Flash supaya makin mahir berbicara. Nyawa Flash masih 5, Dr. Stein belum membunuh Flash lagi. Aku pulang dari rumah Stein sekitar jam 9 malam. Ketika sedang menunggu bis, aku melihat perempuan dihadang 2 orang perampok bersenjata api, malam itu memang sangat sepi, hanya ada aku yang sedang menunggu bis dan juga perempuan dan para penjahat tersebut. Aku bergegas untuk menolong perempuan tersebut. Yang aku pikirkan adalah aku akan jadi pahlawan untuk perempuan tersebut, lagipula dia cukup cantik meskipun aku melihatnya dari jauh. Dan yang terpenting adalah aku masih punya 2 nyawa.

“Hei, tidak usah ikut campur kau!” bentak salah satu perampok sambil menodongkan senjata api ke arahku.
“Tenang nona, aku akan menyelesaikan semua ini!” kataku sambil menoleh ke arah perempuan yang ketakutan tersebut. Dan dia memang cantik.

2 perampok tersebut menuju ke arahku, salah satu dari mereka menodongkan senjata api ke arahku. Ini mungkin akan jadi kematian ku yang ke-8. Dan berarti aku masih punya 1 kali kesempatan lagi. Kesempatanku yang terakhir.

Dorrr! Suara senjata api tersebut terdengar. Aku merasakan peluru tersebut menembus dahiku. Darah merembes dari lubang yang ditinggalkan peluru tersebut. Sakit dan hangat. Aku merasakan sakit yang semakin menjadi-jadi ketika peluru tersebut semakin dalam menembus dahiku.

Dorrr! Lagi-lagi perampok tersebut menembakku. Lagi-lagi di dahiku, ada dua lubang sekarang di dahiku. Darah mengucur semakin deras, aku semakin kedinginan, aku menanti gelap dan dingin lalu kekuatan yang biasanya datang pada kematianku, kekuatan yang menghidupkanku lagi dari kematianku. Aku menantinya. Ayolah cepat datang. Aku meminta agar kekuatan aneh tersebut cepat datang.

Tapi, aku tersadar. Aku teringat. Stein sebelum melakukan percobaan kepadaku, ia membunuh kucing tersebut terlebih dahulu. Berarti nyawa kucing yang ada di tubuhku hanya 8. Hanya ada 8 nyawa dan bukan 9. Aku, maksudku, Stein dan aku melewatkan hal yang penting, kami tidak sadar bahwa kucing tersebut sudah kehilangan 1 nyawanya sebelum sari-sarinya disuntikkan kepadaku. Aku hanya memiliki 8 nyawa bukan 9. Aku memekik ketakutan sambil terus merasakan kesakitan dan juga hangatnya darah yang terus mengalir dari dahiku. Aku baru sadar bahwa aku hanya memiliki 8 nyawa dan bukan 9 nyawa. Tapi sadarku sudahlah terlambat. Ini kematian ke-8 ku, ini kematian terakhirku. Aku tersadar sesaat sebelum semuanya menjadi dingin. Sekujur tubuhku menjadi dingin, pandanganku kabur. Lalu semuanya menjadi gelap. Gelap dan tidak ada kekuatan yang menghidupkanku lagi dari kematianku.

Aku sedang asyik menikmati ikan tuna di sudut jalan. Ikan tuna curian memang terasa sangat nikmat. Aku memakan dan memperhatikan ikan tuna tersebut dengan seksama. Aku menjilati tiap jengkal tuna tersebut. Tiba-tiba ada tangan yang mendekapku dan mengangkatku.

“Ah beruntungnya aku menemukan kucing gemuk disini”
Aku berkata “Halo Stein, ini aku, ini aku, aku Kim!” tapi hanya suara mengeong yang keluar dari mulutku.
“Aku akan menjadikanmu kucing percobaanku. Kim temanku, sekarang memiliki 9 nyawa berkat sari-sari kucing yang aku suntikkan ke tubuhnya.” kata Stein.
“Lepaskan aku! Aku Kim! Lepaskan aku Stein!”
“Meongg...meongg” Stein menirukan suaraku.

Stein semakin erat menggendongku, ia membawaku ke rumahnya, lalu ia membawaku ke laboratoriumnya. Di laboratorium tersebut ada seorang perempuan yang nampaknya menunggu Stein. Begitu ia melihat Stein menggendongku ia tersenyum senang.

“Oh iya Dr. Stein, mana orang bernama Kim? Aku ingin mendengarkan kesaksiannya yang berhasil menjadi percobaanmu.” kata perempuan tersebut kepada Stein.
“Kim ya? Aku juga bingung kemana dia, aku menelponnya berkali-kali tetap tidak ada jawaban.” jawab Stein. “Entahlah aku bingung” imbuhnya.
“Ini aku, aku Kim! Tolong lepaskan aku!” aku berteriak dan mencoba melepaskan diri dari gendongan Stein, tapi hanya suara mengeong yang keluar dari mulutku.
“Kucing ini sangat lucu dan menggemaskan” ujar perempuan tersebut kepada Stein. “Dimana kau menemukannya?” tanya perempuan tersebut.
“Aku menemukan kucing ini di sudut jalan dekat rumahku, ia sedang asik menyantap ikan tuna ketika aku temukan,” jawab Dr. Stein. “Sari-sari kucing ini yang akan ku suntikkan ke tubuhmu, Sarah” imbuh Dr. Stein.

Setelah itu Dr. Stein menyuntikkan sebuah cairan ke tubuhku, sesaat kemudian aku menjadi lemas. Sangat lemas. Lalu aku menutup mataku, aku tidak sanggup membuka kedua mataku. Semuanya jadi gelap.

Aku terbangun di sebuah kamar, kamar yang sangat asing bagiku. Cat tembok kamar tersebut berwarna pink.
“Sarah, ayo bangun! Saatnya sarapan,” suara perempuan mengagetkanku.
Sarah? Aku Kim bukan Sarah. Kataku dalam hati.

Aku terpekik ngeri begitu melihat tubuhku sendiri, aku menjadi perempuan, aku menjadi perempuan yang pernah aku lihat di laboratorium Dr. Stein. Aku Sarah?

“Sarah, ayo bangun! Saatnya sarapan,” suara perempuan tersebut kembali membuyarkan rasa ngeriku.
“I..iyaa....” aku menjawab seadanya. Aku masih bingung, aku merasakan ngeri. Kalian harus tau, aku Kim bukan Sarah. Tapi tubuhku, tubuh Sarah.

Aku masih belum paham dengan apa yang terjadi sebenarnya, tapi langkah kakiku menuntunku untuk keluar kamar tersebut. Kamar tersebut ternyata ada di lantai 2, aku menuruni tangga dan menuju ke ruang makan, aku sendiri masih asing dengan rumah tersebut. Masih sangat asing. Tapi langkah kakiku menuntunku ke meja makan, padahal aku belum pernah tinggal di rumah tersebut.
“Ayo sarapan Sarah, mama udah masak ikan tuna dan telur orak-arik.” ujar perempuan tersebut.

Mama? Aku baru sadar ternyata perempuan tersebut adalah ibunya Sarah. Aku langsung bergegas mengambil ikan tuna kesukaanku, aku mengambilnya dengan kedua tanganku, aku lalu menjilati ikan tuna tersebut, pagi itu, aku sangat lapar.

“Aduh! Sarah, pakai sendok dan garpunya dong! Jangan dijilatin ikannya, jangan bertingkah seperti kucing!” ujar perempuan itu.

Aku tidak menghiraukan apa yang perempuan tersebut katakan, perutku sangat lapar pagi itu, aku hanya fokus pada ikan tuna tersebut. Aku menjilatinya jengkal demi jengkal. Tuna sangatlah nikmat. Sesekali aku mengeong sambil menikmati tuna tersebut.

No comments:

Post a Comment