Wednesday, 21 May 2014

Si Gadis Mati.

Si brengsek Ann sudah membereskan barang bawaannya ketika malam menjelang. Sementara aku masih asik dengan game yang aku sudah menghabiskan hampir seminggu untuk menyelesaikannya. Aku memang tertarik dengan bagaimana cara menyelesaikan sebuah game. Maksudku, aku suka sekali tantangan. Kalian mungkin bisa memahaminya, bagaimana anak seusia kita betah berlama-lama berada di kamar hanya untuk menyelesaikan sebuah permainan.

Aku Aaron, umurku 12 tahun, sementara Ann adalah adik perempuanku, ia lebih muda tiga tahun ketimbang aku. Jika kalian menyangka Ann adalah perempuan kecil yang manis. Kalian salah. Salah besar.

Setidaknya kalian harus jadi aku untuk bisa tau kenapa aku memanggil Ann dengan sebutan si brengsek.

Seminggu yang lalu, yang paling aku ingat. Waktu itu aku pulang dari sekolah, waktu-waktu menjelang liburan sekolah adalah waktu-waktu yang sangat menyenangkan. Aku pulang dari sekolah dengan perasaan yang senang, sebelum Ann mengacaukannya. Ceritanya sih, aku baru sampai rumah waktu itu. Ketika aku masuk rumah, tidak ada siapa-siapa. Seingatku, seharusnya sih, Ann sudah sampai di rumah.

“Ann....” aku memanggilnya setengah berteriak.
Tidak ada jawaban.
“Buuuu....”
Masih tidak ada jawaban.

Aku memutuskan untuk bergegas ke kamarku. Kamarku ada di lantai dua, bersebelahan dengan si brengsek Ann. Ketika aku sampai di depan pintu kamarku, aku melihat cairan hijau lengket di lantai, aku mengamatinya. Cukup lama.

Aku mengamatinya, sampai-sampai aku tidak sadar ada seseorang dibelakangku.
Dan...
Byurrr!

Aku butuh beberapa detik untuk sadar bahwa aku sekarang basah kuyup, si brengsek Ann menyiram seember air ke seluruh tubuhku.

“Apa-apaan sih?” teriakku kesal.
Ann balik bertanya “Apanya yang apa-apaan?”
“Kau yang apa-apaan, apa maksudmu sih, Ann?” aku mengomel.
“Aku hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset Aaron, maaf yah.” Ann mengiba.

Tiba-tiba Ibu ada di hadapan kami.

“Cukup anak-anak, saatnya makan siang!” Ibu menghardik kami.

Aku menjelaskan semuanya, aku juga menjelaskan bahwa Ann sengaja menyiramku dengan seember air. Ann tetap membela dirinya.

“Aku hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset, dan embernya jatuh ke tubuh Aaron, Bu.”

Kalian tau apa yang terjadi? Ibu percaya begitu saja dengan alasan Ann, dan aku tau, Ann benar-benar sengaja menyiramku. Setidaknya aku setelah penjelasan itu, aku sempat melihat senyum kemenangan di wajah Ann ketika aku menoleh kearah wajahnya.

Senyum yang sangat menyebalkan.
Pokoknya nyebelin banget deh.

Sudah ya membahas tentang Ann, aku mau kalian kenal langsung dengannya dan mendapatkan kesan langsung darinya. Pokoknya beberapa tahun belakangan ini, Ann selalu mengangguku.

Malam itu kami bersiap untuk liburan ke taman bermain di Nightmare Park, sebuah taman bermain yang baru dibangun beberapa mil dari rumah. Aku sering berpikir, seharusnya sekali-kali Ayah dan Ibu mengajak kami berlibur ke pantai. Atau mungkin ke pegunungan yang sejuk. Bukannya terus-terusan ke taman bermain.

Lagi pula, taman bermain itu selalu membosankan, pikirku.

Tapi Nightmare Park beda, Nightmare Park adalah suatu tempat dimana kau bisa menemukan dan mengalami mimpi buruk saat liburan. Setidaknya, begitulah jargon yang dibuat oleh pengelola Nightmare Park. Liburan kali ini, aku dan Ann disuruh berlibur oleh Ibu ke Nightmare park, sebuah taman bermain yang lebih mirip perkemahan.

Pagi itu dengan enggan aku memeluk Ayah dan Ibu sebelum masuk ke dalam bis yang membawa rombongan anak-anak yang akan berlibur ke Nightmare Park. Aku sama sekali tidak menikmati perjalananku, aku lesu, aku murung. Berbedan dengan Ann, sepertinya ia menikmati perjalanan ini, ia bahkan sudah mendapat banyak teman baru di dalam bis.

Aku sendiri baru berkenalan dengan Sarah, teman sebangku-ku dalam perjalanan, ia 12 tahun juga, kami seumuran. Kacamatanya memperlihatkan atau setidaknya memberi kesan bahwa ia adalah seorang kutu buku, ya, sejauh ini sih dia asik diajak ngobrol. Sepanjang perjalanan menuju Nightmare Park, aku membicarakan banyak hal dengan Sarah. Ternyata dugaanku benar, dia memang benar-benar kutu buku, dia memberitahuku bahwa biasanya liburannya dihabiskan untuk membaca buku, tapi liburan kali ini ia bilang ingin mencoba pergi ke taman bermain yang baru.

Ya dia pikir sih, taman bermain itu mengasyikkan.
Mungkin taman bermain memang mengasyikkan bagi seorang kutu buku.

“Aaron, kok murung sih? Ayolah, ini bakal mengasyikkan” Ann berteriak dari bangkunya.
“Diam! bukan urusanmu.”
“Eh, kalian adik-kakak ya? Pasti seru punya adik perempuan yang lucu seperti Ann.” Sarah mengatakan hal tersebut padaku sambil telunjuknya menunjuk ke arah Ann. Kulihat Ann, dia langsung sok berpura-pura manis ketika dia tau Sarah menyebutnya lucu.

Kenapa Ann benar-benar menyebalkan sih? Kenapa dia bisa berpura-pura manis di depan orang lain, sehingga orang lain selalu membelanya ketika ia bertengkar denganku. Ann yang selalu berusaha menjadi pusat perhatian dengan gaya sok polosnya. Kalau saja mereka tau betapa menyebalkannya anak itu.

Butuh waktu yang cukup lama untuk mencapai Nightmare Park. Aku tidak benar-benar menikmati perjalananku, kalau saja tidak ada Sarah yang menjadi teman ngobrolku, mungkin aku sudah mati karena bosan. Lucu sih, jika benar-benar ada orang yang mati karena mereka bosan.  Mungkin jika tidak ada Sarah, memang akan ada orang yang mati karena bosan, dan orang tersebut adalah aku. Aaron.

“Kau pernah mendengar rumor bahwa orang yang berlibur ke Nightmare Park tidak akan pernah kembali?” pertanyaan Sarah membuyarkan lamunanku.
“Aduh! Kok kau percaya sih dengan rumor seperti itu?” jawabku. “Lagipula, mana mungkin taman tersebut akan dikunjungi orang jika tidak ada yang bisa kembali apabila mengunjungi taman tersebut,”
“Aku serius Aaron, ini bukan rumor murahan. Cerita ini benar-benar ada. Benar-benar ada orang yang idak bisa kembali ke rumahnya setelah mereka berlibur ke Nightmare Park.” raut wajah Sarah berubah serius.
Dasar kutu buku, mungkin Sarah terlalu banyak membaca buku fiksi atau buku horror atau semacamnya sehingga ia memiliki tingkat khayalan yang tinggi. Tinggi dan mengerikan. Batinku dalam hati.
“Lalu kenapa kau kesini jika tau bahwa orang-orang yang berlibur ke Nightmare Park tidak pernah kembali ke rumah mereka?” aku balik bertanya pada Sarah.
“Entahlah” jawabnya enteng sambil mengangkat kedua bahunya.
Kami pun tertawa bersama-sama. Aku yakin, Sarah sebenarnya memiliki selera humor yang tinggi.

Sehari sebelumnya....

Pagi itu kami sekeluarga berkumpul untuk menikmati sarapan. Pagi itu Ibu memasak telur orak-arik. Aku melihat keanehan pada wajah mereka. Ayah, Ibu, dan Ann nampak murung. Tidak seperti biasanya. Mereka tidak banyak berbicara. Mereka asik dengan piring mereka masing-masing. Mereka sepertinya tidak menghiraukanku yang berusaha mencari perhatian pada mereka.

Ann apalagi, ia sangat aneh hari itu. Ia tidak seperti biasanya. Ia tidak seperti Ann yang brengsek seperti biasanya. Ia bukan Ann yang biasa mengerjaiku dengan ulah konyolnya. Pagi itu ia Ann yang murung, pagi itu dia adalah Ann yang lebih asik dengan makanan di piringnya. Padahal biasanya, ketika makan bersama, Ann selalu membuat ulah di meja makan. Entah ia menumpahkan makanan atau minuman milikku, merebut makanan milikku, dan lain-lain. Pokoknya, Ann selalu membuat ulah saat sedang makan bersama.

“Ketika orang yang kita cintai, ketika orang yang kita sayang, ketika orang yang kita kenal meninggalkan kita untuk selama-lamanya, kita cukup melihat foto kita bersama orang tersebut, kita cukup melihat foto kita bersama orang yang meninggalkan kita untuk selama-lamanya tersebut, dan kenangan kita bersama mereka yang terekam dalam foto tersebut akan aktif kembali” ujar Ibu. “Terkadang juga, momen kita bersama orang tersebut yang terekam dalam foto, momen kita bersama orang yang sudah meninggalkan kita untuk selama-lamanya yang terekam dalam sebuah foto juga akan aktif kembali. Kita seakan menghidupkan kembali mereka, kita seakan menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Kenangan kita menghidupkan mereka kembali. Kenangan kita menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Dan aku yakin dia ada disini, bersama kita.”

Aku tidak mengerti obrolan macam apa ini, satu hal yang baru aku sadari adalah mereka seakan tidak menyadari keberadaanku. Mereka tidak melihatku di meja makan.

Seminggu yang lalu....

Waktu itu aku pulang dari sekolah, waktu-waktu menjelang liburan sekolah adalah waktu-waktu yang sangat menyenangkan. Aku pulang dari sekolah dengan perasaan yang senang, sebelum Ann mengacaukannya. Ceritanya sih, aku baru sampai rumah waktu itu. Ketika aku masuk rumah, tidak ada siapa-siapa. Seingatku, seharusnya sih, Ann sudah sampai di rumah.

“Ann....” aku memanggilnya setengah berteriak.
Tidak ada jawaban.
“Buuuu....”
Masih tidak ada jawaban.

Aku memutuskan untuk bergegas ke kamarku. Kamarku ada di lantai dua, bersebelahan dengan si brengsek Ann. Ketika aku sampai di depan pintu kamarku, aku melihat cairan hijau lengket di lantai, aku mengamatinya. Cukup lama.

Aku mengamatinya, sampai-sampai aku tidak sadar ada seseorang dibelakangku.
Dan...
Byurrr!

Aku butuh beberapa detik untuk sadar bahwa aku sekarang basah kuyup, si brengsek Ann menyiram seember air ke seluruh tubuhku.

“Apa-apaan sih?” teriakku kesal.
Ann balik bertanya “Apanya yang apa-apaan?”
“Kau yang apa-apaan, apa maksudmu sih, Ann?” aku mengomel.
“Aku hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset Aaron, maaf yah.” Ann mengiba.

Tiba-tiba Ibu ada di hadapan kami.

“Cukup anak-anak, saatnya makan siang!” Ibu menghardik kami.

Aku menjelaskan semuanya, aku juga menjelaskan bahwa Ann sengaja menyiramku dengan seember air. Ann tetap membela dirinya.

“Aku hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset, dan embernya jatuh ke tubuh Aaron, Bu.”

Kalian tau apa yang terjadi? Ibu percaya begitu saja dengan alasan Ann, dan aku tau, Ann benar-benar sengaja menyiramku. Setidaknya aku setelah penjelasan itu, aku sempat melihat senyum kemenangan di wajah Ann ketika aku menoleh kearah wajahnya.

Aku sangat kesal, sangat sangat kesal. Bagaimana mungkin sih Ibu selalu mempercayai kata-kata Ann? Bagaimana mungkin orang-orang selalu percaya dengan kepolosan Ann yang ia buat-buat.

Menyebalkan bukan?

Siang itu aku memutuskan pergi dari rumah dan tidak makan siang bersama Ibu dan Ann, aku bermaksud untuk pergi menggunakan sepeda. Sekedar untuk menghilangkan rasa kesalku. Mungkin bersepeda ke taman bisa meredakan emosiku.

Aku mengayuh sepedaku kencang-kencang. Semakin kencang aku mengayuh sepedaku, semakin kencang pula angin yang menerpa wajahku. Dan aku menikmatinya. Aku bahkan sampai memejamkan mataku karena angin yang menerpa wajahku sangat kencang.

Aku tidak menyadari sesuatu.
Aku tidak menyadari bahwa sepedaku meluncur terlalu kencang sampai-sampai aku tidak bisa mengendalikannya.

Aku terlambat menyadarinya.
Aku terlambat menyadarinya, dan ketika aku tersadar bahwa sepedaku meluncur terlalu kencang. Aku sadar, aku sudah terlambat.

Pada saat yang bersamaan, dari arah yang berlawanan muncul mobil yang juga melaju dengan kencang, aku yang sedang berusaha mengendalikan sepedaku tiba-tiba terkejut melihat mobil tersebut. Aku bermaksud membelokkan sepedaku ke arah kiri, akan tetapi sepedaku justru berbelok ke kanan. Sepedaku justru mengarah ke mobil yang sedang melaju kencang tersebut.

Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya.
Aku bisa merasakan hangatnya darah yang mengalir dari kepalaku.
Aku bisa mendengar suara klakson mobil tersebut dan juga jeritan orang-orang di sekitarku.
Aku juga mendengar jeritan pengemudi mobil tersebut.
Yang terakhir, aku juga masih bisa merasakan remuknya badanku ketika menghantam aspal jalanan. Aku terpental cukup jauh dari sepedaku. Sebelum semuanya menjadi dingin. Sebelum semuanya menjadi dingin dan gelap.

Seminggu kemudian...

Pagi itu kami sekeluarga berkumpul untuk menikmati sarapan. Pagi itu Ibu memasak telur orak-arik. Aku melihat keanehan pada wajah mereka. Ayah, Ibu, dan Ann nampak murung. Tidak seperti biasanya. Mereka tidak banyak berbicara. Mereka asik dengan piring mereka masing-masing. Mereka sepertinya tidak menghiraukanku yang berusaha mencari perhatian pada mereka.

Ann apalagi, ia sangat aneh hari itu. Ia tidak seperti biasanya. Ia tidak seperti Ann yang brengsek seperti biasanya. Ia bukan Ann yang biasa mengerjaiku dengan ulah konyolnya. Pagi itu ia Ann yang murung, pagi itu dia adalah Ann yang lebih asik dengan makanan di piringnya. Padahal biasanya, ketika makan bersama, Ann selalu membuat ulah di meja makan. Entah ia menumpahkan makanan atau minuman milikku, merebut makanan milikku, dan lain-lain. Pokoknya, Ann selalu membuat ulah saat sedang makan bersama.

“Ketika orang yang kita cintai, ketika orang yang kita sayang, ketika orang yang kita kenal meninggalkan kita untuk selama-lamanya, kita cukup melihat foto kita bersama orang tersebut, kita cukup melihat foto kita bersama orang yang meninggalkan kita untuk selama-lamanya tersebut, dan kenangan kita bersama mereka yang terekam dalam foto tersebut akan aktif kembali” ujar Ibu. “Terkadang juga, momen kita bersama orang tersebut yang terekam dalam foto, momen kita bersama orang yang sudah meninggalkan kita untuk selama-lamanya yang terekam dalam sebuah foto juga akan aktif kembali. Kita seakan menghidupkan kembali mereka, kita seakan menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Kenangan kita menghidupkan mereka kembali. Kenangan kita menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Dan aku yakin dia ada disini, bersama kita.”

“Bu, aku kangen Aaron, aku kangen mengganggunya!” Ann menangis sesegukan.
Mereka masih tidak menyadari keberadaanku.
“Ayah yakin, kakakmu berada disini. Ayah yakin Aaron berada disini, Ann. Ia melihat kita, ayo tersenyum untuknya. Ayah yakin ia melihat kita disini.”
Aku melihat Ibuku terseyum, Ayahku tersenyum, dan Juga Ann tersenyum ke arah bangku makanku. Tapi mereka tetap tidak bisa melihatku, mendengarku berbicara, bahkan mereka tidak bisa mendengarkanku menceritakan cerita ini.

Aku sadar, aku sudah mati, aku mati karena kecelakaan siang itu.
Itu memang salahku, andai saja aku tidak kerlalu kencang mengayuh sepedaku, pastilah aku bisa mengendalikan sepedaku.

“Kau percaya kan rumor itu?” Sarah menepuk pundakku. Aku tersadar, aku sudah kembali lagi di bis tersebut. Aku langsung menengok ke arah bangku Ann dan aku tidak melihatnya di bangku tersebut. Pandanganku menyapu ke segala penjuru bis dan aku tetap tidak bisa menemukan Ann. Ann memang tidak bersamaku dalam perjalanan kali ini.
“Ya, aku percaya. Aku ingin tau ceritamu, Sarah”
Sarah belum sempat menceritakan ceritanya, bis sudah berhenti di tempat tujuan. Aku melihat para penumpang mulai turun dari bis. Aku bisa melihat wajah-wajah dingin mereka.
“Ayo, kita turun dulu Aaron, nanti aku ceritakan ceritaku!” ucap Sarah kepadaku. Ia bergegas meninggalkanku yang masih duduk terdiam di bangku bis.
“Hey, Sarah! Tunggu aku dong!” aku berlari kecil untuk mengejar Sarah yang berada di depanku. Aku turun dari bis tersebut.

Satu yang aku rasakan saat berjalan keluar dari bis, aku bisa merasakan hangatnya air mata membasahi wajahku. 

No comments:

Post a Comment