Si
brengsek Ann sudah membereskan barang bawaannya ketika malam menjelang. Sementara aku masih asik dengan game yang aku sudah menghabiskan hampir
seminggu untuk menyelesaikannya. Aku memang tertarik dengan bagaimana cara
menyelesaikan sebuah game. Maksudku, aku suka sekali tantangan. Kalian mungkin
bisa memahaminya, bagaimana anak seusia kita betah berlama-lama berada di kamar
hanya untuk menyelesaikan sebuah permainan.
Aku
Aaron, umurku 12 tahun, sementara Ann adalah adik perempuanku, ia lebih muda
tiga tahun ketimbang aku. Jika kalian menyangka Ann adalah perempuan kecil yang
manis. Kalian salah. Salah besar.
Setidaknya
kalian harus jadi aku untuk bisa tau kenapa aku memanggil Ann dengan sebutan si
brengsek.
Seminggu
yang lalu, yang paling aku ingat. Waktu itu aku pulang dari sekolah,
waktu-waktu menjelang liburan sekolah adalah waktu-waktu yang sangat
menyenangkan. Aku pulang dari sekolah dengan perasaan yang senang, sebelum Ann
mengacaukannya. Ceritanya sih, aku baru sampai rumah waktu itu. Ketika aku
masuk rumah, tidak ada siapa-siapa. Seingatku, seharusnya sih, Ann sudah sampai
di rumah.
“Ann....”
aku memanggilnya setengah berteriak.
Tidak
ada jawaban.
“Buuuu....”
Masih
tidak ada jawaban.
Aku
memutuskan untuk bergegas ke kamarku. Kamarku ada di lantai dua, bersebelahan
dengan si brengsek Ann. Ketika aku sampai di depan pintu kamarku, aku melihat
cairan hijau lengket di lantai, aku mengamatinya. Cukup lama.
Aku
mengamatinya, sampai-sampai aku tidak sadar ada seseorang dibelakangku.
Dan...
Byurrr!
Aku
butuh beberapa detik untuk sadar bahwa aku sekarang basah kuyup, si brengsek
Ann menyiram seember air ke seluruh tubuhku.
“Apa-apaan
sih?” teriakku kesal.
Ann
balik bertanya “Apanya yang apa-apaan?”
“Kau
yang apa-apaan, apa maksudmu sih, Ann?” aku mengomel.
“Aku
hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset Aaron, maaf
yah.” Ann mengiba.
Tiba-tiba
Ibu ada di hadapan kami.
“Cukup
anak-anak, saatnya makan siang!” Ibu menghardik kami.
Aku
menjelaskan semuanya, aku juga menjelaskan bahwa Ann sengaja menyiramku dengan
seember air. Ann tetap membela dirinya.
“Aku
hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset, dan embernya
jatuh ke tubuh Aaron, Bu.”
Kalian
tau apa yang terjadi? Ibu percaya begitu saja dengan alasan Ann, dan aku tau,
Ann benar-benar sengaja menyiramku. Setidaknya aku setelah penjelasan itu, aku
sempat melihat senyum kemenangan di wajah Ann ketika aku menoleh kearah
wajahnya.
Senyum
yang sangat menyebalkan.
Pokoknya
nyebelin banget deh.
Sudah
ya membahas tentang Ann, aku mau kalian kenal langsung dengannya dan
mendapatkan kesan langsung darinya. Pokoknya beberapa tahun belakangan ini, Ann
selalu mengangguku.
Malam
itu kami bersiap untuk liburan ke taman bermain di Nightmare Park, sebuah taman
bermain yang baru dibangun beberapa mil dari rumah. Aku sering berpikir,
seharusnya sekali-kali Ayah dan Ibu mengajak kami berlibur ke pantai. Atau
mungkin ke pegunungan yang sejuk. Bukannya terus-terusan ke taman bermain.
Lagi
pula, taman bermain itu selalu membosankan, pikirku.
Tapi
Nightmare Park beda, Nightmare Park adalah suatu tempat dimana kau bisa
menemukan dan mengalami mimpi buruk saat liburan. Setidaknya, begitulah jargon
yang dibuat oleh pengelola Nightmare Park. Liburan kali ini, aku dan Ann
disuruh berlibur oleh Ibu ke Nightmare park, sebuah taman bermain yang lebih
mirip perkemahan.
Pagi
itu dengan enggan aku memeluk Ayah dan Ibu sebelum masuk ke dalam bis yang
membawa rombongan anak-anak yang akan berlibur ke Nightmare Park. Aku sama
sekali tidak menikmati perjalananku, aku lesu, aku murung. Berbedan dengan Ann,
sepertinya ia menikmati perjalanan ini, ia bahkan sudah mendapat banyak teman
baru di dalam bis.
Aku
sendiri baru berkenalan dengan Sarah, teman sebangku-ku dalam perjalanan, ia 12
tahun juga, kami seumuran. Kacamatanya memperlihatkan atau setidaknya memberi
kesan bahwa ia adalah seorang kutu buku, ya, sejauh ini sih dia asik diajak ngobrol.
Sepanjang perjalanan menuju Nightmare Park, aku membicarakan banyak hal dengan
Sarah. Ternyata dugaanku benar, dia memang benar-benar kutu buku, dia
memberitahuku bahwa biasanya liburannya dihabiskan untuk membaca buku, tapi
liburan kali ini ia bilang ingin mencoba pergi ke taman bermain yang baru.
Ya
dia pikir sih, taman bermain itu mengasyikkan.
Mungkin
taman bermain memang mengasyikkan bagi seorang kutu buku.
“Aaron,
kok murung sih? Ayolah, ini bakal mengasyikkan” Ann berteriak dari bangkunya.
“Diam!
bukan urusanmu.”
“Eh,
kalian adik-kakak ya? Pasti seru punya adik perempuan yang lucu seperti Ann.”
Sarah mengatakan hal tersebut padaku sambil telunjuknya menunjuk ke arah Ann.
Kulihat Ann, dia langsung sok berpura-pura manis ketika dia tau Sarah menyebutnya
lucu.
Kenapa
Ann benar-benar menyebalkan sih? Kenapa dia bisa berpura-pura manis di depan
orang lain, sehingga orang lain selalu membelanya ketika ia bertengkar
denganku. Ann yang selalu berusaha menjadi pusat perhatian dengan gaya sok
polosnya. Kalau saja mereka tau betapa menyebalkannya anak itu.
Butuh
waktu yang cukup lama untuk mencapai Nightmare Park. Aku tidak benar-benar
menikmati perjalananku, kalau saja tidak ada Sarah yang menjadi teman
ngobrolku, mungkin aku sudah mati karena bosan. Lucu sih, jika benar-benar ada
orang yang mati karena mereka bosan. Mungkin
jika tidak ada Sarah, memang akan ada orang yang mati karena bosan, dan orang
tersebut adalah aku. Aaron.
“Kau
pernah mendengar rumor bahwa orang yang berlibur ke Nightmare Park tidak akan
pernah kembali?” pertanyaan Sarah membuyarkan lamunanku.
“Aduh!
Kok kau percaya sih dengan rumor seperti itu?” jawabku. “Lagipula, mana mungkin
taman tersebut akan dikunjungi orang jika tidak ada yang bisa kembali apabila
mengunjungi taman tersebut,”
“Aku
serius Aaron, ini bukan rumor murahan. Cerita ini benar-benar ada. Benar-benar
ada orang yang idak bisa kembali ke rumahnya setelah mereka berlibur ke Nightmare
Park.” raut wajah Sarah berubah serius.
Dasar
kutu buku, mungkin Sarah terlalu banyak membaca buku fiksi atau buku horror
atau semacamnya sehingga ia memiliki tingkat khayalan yang tinggi. Tinggi dan
mengerikan. Batinku dalam hati.
“Lalu
kenapa kau kesini jika tau bahwa orang-orang yang berlibur ke Nightmare Park
tidak pernah kembali ke rumah mereka?” aku balik bertanya pada Sarah.
“Entahlah”
jawabnya enteng sambil mengangkat kedua bahunya.
Kami
pun tertawa bersama-sama. Aku yakin, Sarah sebenarnya memiliki selera humor
yang tinggi.
Sehari
sebelumnya....
Pagi
itu kami sekeluarga berkumpul untuk menikmati sarapan. Pagi itu Ibu memasak
telur orak-arik. Aku melihat keanehan pada wajah mereka. Ayah, Ibu, dan Ann
nampak murung. Tidak seperti biasanya. Mereka tidak banyak berbicara. Mereka
asik dengan piring mereka masing-masing. Mereka sepertinya tidak menghiraukanku
yang berusaha mencari perhatian pada mereka.
Ann
apalagi, ia sangat aneh hari itu. Ia tidak seperti biasanya. Ia tidak seperti
Ann yang brengsek seperti biasanya. Ia bukan Ann yang biasa mengerjaiku dengan
ulah konyolnya. Pagi itu ia Ann yang murung, pagi itu dia adalah Ann yang lebih
asik dengan makanan di piringnya. Padahal biasanya, ketika makan bersama, Ann
selalu membuat ulah di meja makan. Entah ia menumpahkan makanan atau minuman
milikku, merebut makanan milikku, dan lain-lain. Pokoknya, Ann selalu membuat
ulah saat sedang makan bersama.
“Ketika
orang yang kita cintai, ketika orang yang kita sayang, ketika orang yang kita
kenal meninggalkan kita untuk selama-lamanya, kita cukup melihat foto kita
bersama orang tersebut, kita cukup melihat foto kita bersama orang yang
meninggalkan kita untuk selama-lamanya tersebut, dan kenangan kita bersama
mereka yang terekam dalam foto tersebut akan aktif kembali” ujar Ibu. “Terkadang
juga, momen kita bersama orang tersebut yang terekam dalam foto, momen kita
bersama orang yang sudah meninggalkan kita untuk selama-lamanya yang terekam
dalam sebuah foto juga akan aktif kembali. Kita seakan menghidupkan kembali
mereka, kita seakan menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan
kita untuk selamanya. Kenangan kita menghidupkan mereka kembali. Kenangan kita
menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya.
Dan aku yakin dia ada disini, bersama kita.”
Aku
tidak mengerti obrolan macam apa ini, satu hal yang baru aku sadari adalah
mereka seakan tidak menyadari keberadaanku. Mereka tidak melihatku di meja
makan.
Seminggu
yang lalu....
Waktu
itu aku pulang dari sekolah, waktu-waktu menjelang liburan sekolah adalah
waktu-waktu yang sangat menyenangkan. Aku pulang dari sekolah dengan perasaan
yang senang, sebelum Ann mengacaukannya. Ceritanya sih, aku baru sampai rumah
waktu itu. Ketika aku masuk rumah, tidak ada siapa-siapa. Seingatku, seharusnya
sih, Ann sudah sampai di rumah.
“Ann....”
aku memanggilnya setengah berteriak.
Tidak
ada jawaban.
“Buuuu....”
Masih
tidak ada jawaban.
Aku
memutuskan untuk bergegas ke kamarku. Kamarku ada di lantai dua, bersebelahan
dengan si brengsek Ann. Ketika aku sampai di depan pintu kamarku, aku melihat
cairan hijau lengket di lantai, aku mengamatinya. Cukup lama.
Aku
mengamatinya, sampai-sampai aku tidak sadar ada seseorang dibelakangku.
Dan...
Byurrr!
Aku
butuh beberapa detik untuk sadar bahwa aku sekarang basah kuyup, si brengsek
Ann menyiram seember air ke seluruh tubuhku.
“Apa-apaan
sih?” teriakku kesal.
Ann
balik bertanya “Apanya yang apa-apaan?”
“Kau
yang apa-apaan, apa maksudmu sih, Ann?” aku mengomel.
“Aku
hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset Aaron, maaf
yah.” Ann mengiba.
Tiba-tiba
Ibu ada di hadapan kami.
“Cukup
anak-anak, saatnya makan siang!” Ibu menghardik kami.
Aku
menjelaskan semuanya, aku juga menjelaskan bahwa Ann sengaja menyiramku dengan
seember air. Ann tetap membela dirinya.
“Aku
hanya bermaksud membersihkan noda hijau ini, tapi aku terpleset, dan embernya
jatuh ke tubuh Aaron, Bu.”
Kalian
tau apa yang terjadi? Ibu percaya begitu saja dengan alasan Ann, dan aku tau,
Ann benar-benar sengaja menyiramku. Setidaknya aku setelah penjelasan itu, aku
sempat melihat senyum kemenangan di wajah Ann ketika aku menoleh kearah
wajahnya.
Aku
sangat kesal, sangat sangat kesal. Bagaimana mungkin sih Ibu selalu mempercayai
kata-kata Ann? Bagaimana mungkin orang-orang selalu percaya dengan kepolosan
Ann yang ia buat-buat.
Menyebalkan
bukan?
Siang
itu aku memutuskan pergi dari rumah dan tidak makan siang bersama Ibu dan Ann,
aku bermaksud untuk pergi menggunakan sepeda. Sekedar untuk menghilangkan rasa
kesalku. Mungkin bersepeda ke taman bisa meredakan emosiku.
Aku
mengayuh sepedaku kencang-kencang. Semakin kencang aku mengayuh sepedaku,
semakin kencang pula angin yang menerpa wajahku. Dan aku menikmatinya. Aku
bahkan sampai memejamkan mataku karena angin yang menerpa wajahku sangat
kencang.
Aku
tidak menyadari sesuatu.
Aku
tidak menyadari bahwa sepedaku meluncur terlalu kencang sampai-sampai aku tidak
bisa mengendalikannya.
Aku
terlambat menyadarinya.
Aku
terlambat menyadarinya, dan ketika aku tersadar bahwa sepedaku meluncur terlalu
kencang. Aku sadar, aku sudah terlambat.
Pada
saat yang bersamaan, dari arah yang berlawanan muncul mobil yang juga melaju
dengan kencang, aku yang sedang berusaha mengendalikan sepedaku tiba-tiba
terkejut melihat mobil tersebut. Aku bermaksud membelokkan sepedaku ke arah
kiri, akan tetapi sepedaku justru berbelok ke kanan. Sepedaku justru mengarah
ke mobil yang sedang melaju kencang tersebut.
Aku
bisa merasakan bagaimana sakitnya.
Aku
bisa merasakan hangatnya darah yang mengalir dari kepalaku.
Aku
bisa mendengar suara klakson mobil tersebut dan juga jeritan orang-orang di
sekitarku.
Aku
juga mendengar jeritan pengemudi mobil tersebut.
Yang
terakhir, aku juga masih bisa merasakan remuknya badanku ketika menghantam
aspal jalanan. Aku terpental cukup jauh dari sepedaku. Sebelum semuanya menjadi
dingin. Sebelum semuanya menjadi dingin dan gelap.
Seminggu kemudian...
Pagi
itu kami sekeluarga berkumpul untuk menikmati sarapan. Pagi itu Ibu memasak
telur orak-arik. Aku melihat keanehan pada wajah mereka. Ayah, Ibu, dan Ann
nampak murung. Tidak seperti biasanya. Mereka tidak banyak berbicara. Mereka
asik dengan piring mereka masing-masing. Mereka sepertinya tidak menghiraukanku
yang berusaha mencari perhatian pada mereka.
Ann
apalagi, ia sangat aneh hari itu. Ia tidak seperti biasanya. Ia tidak seperti
Ann yang brengsek seperti biasanya. Ia bukan Ann yang biasa mengerjaiku dengan
ulah konyolnya. Pagi itu ia Ann yang murung, pagi itu dia adalah Ann yang lebih
asik dengan makanan di piringnya. Padahal biasanya, ketika makan bersama, Ann
selalu membuat ulah di meja makan. Entah ia menumpahkan makanan atau minuman
milikku, merebut makanan milikku, dan lain-lain. Pokoknya, Ann selalu membuat
ulah saat sedang makan bersama.
“Ketika
orang yang kita cintai, ketika orang yang kita sayang, ketika orang yang kita
kenal meninggalkan kita untuk selama-lamanya, kita cukup melihat foto kita
bersama orang tersebut, kita cukup melihat foto kita bersama orang yang
meninggalkan kita untuk selama-lamanya tersebut, dan kenangan kita bersama
mereka yang terekam dalam foto tersebut akan aktif kembali” ujar Ibu. “Terkadang
juga, momen kita bersama orang tersebut yang terekam dalam foto, momen kita
bersama orang yang sudah meninggalkan kita untuk selama-lamanya yang terekam
dalam sebuah foto juga akan aktif kembali. Kita seakan menghidupkan kembali
mereka, kita seakan menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan
kita untuk selamanya. Kenangan kita menghidupkan mereka kembali. Kenangan kita
menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya.
Dan aku yakin dia ada disini, bersama kita.”
“Bu,
aku kangen Aaron, aku kangen mengganggunya!” Ann menangis sesegukan.
Mereka
masih tidak menyadari keberadaanku.
“Ayah
yakin, kakakmu berada disini. Ayah yakin Aaron berada disini, Ann. Ia melihat
kita, ayo tersenyum untuknya. Ayah yakin ia melihat kita disini.”
Aku
melihat Ibuku terseyum, Ayahku tersenyum, dan Juga Ann tersenyum ke arah bangku
makanku. Tapi mereka tetap tidak bisa melihatku, mendengarku berbicara, bahkan
mereka tidak bisa mendengarkanku menceritakan cerita ini.
Aku
sadar, aku sudah mati, aku mati karena kecelakaan siang itu.
Itu
memang salahku, andai saja aku tidak kerlalu kencang mengayuh sepedaku,
pastilah aku bisa mengendalikan sepedaku.
“Kau
percaya kan rumor itu?” Sarah menepuk pundakku. Aku tersadar, aku sudah kembali
lagi di bis tersebut. Aku langsung menengok ke arah bangku Ann dan aku tidak
melihatnya di bangku tersebut. Pandanganku menyapu ke segala penjuru bis dan
aku tetap tidak bisa menemukan Ann. Ann memang tidak bersamaku dalam perjalanan
kali ini.
“Ya,
aku percaya. Aku ingin tau ceritamu, Sarah”
Sarah
belum sempat menceritakan ceritanya, bis sudah berhenti di tempat tujuan. Aku melihat
para penumpang mulai turun dari bis. Aku bisa melihat wajah-wajah dingin
mereka.
“Ayo,
kita turun dulu Aaron, nanti aku ceritakan ceritaku!” ucap Sarah kepadaku. Ia
bergegas meninggalkanku yang masih duduk terdiam di bangku bis.
“Hey,
Sarah! Tunggu aku dong!” aku berlari kecil untuk mengejar Sarah yang berada di
depanku. Aku turun dari bis tersebut.
No comments:
Post a Comment