Thursday, 16 October 2014

Pupus.

"Jangan terlalu berharap, nanti kalo gak kesampean sakit"

Jemariku masih tetap asik scroll timelinenya di laptop, tab sebelahnya berisikan facebooknya. Peduli setan dengan kata temanku barusan. Bukan banyak berharap, tapi sedikit berharap sudah bisa membuat tingkah laku kita kadang berubah total.

Namanya Cinta, ia bertepi dari rasa indah dan kagum saat siang itu aku tidak sengaja melihatnya di kelas belanjaan (sebutan untuk kelas yang tidak ada hubungannya dengan jurusan kuliah). Bukan tidak sengaja, mungkin sebenarnya semesta sudah merekayasanya untuk aku dan Cinta saling bertemu.

"Yaelahhhh kepo banget dih, santai aja dulu jangan terlalu ngarep dibilang"

Lamunanku buyar sebuyar-buyarnya.

Apa ada yang salah dari berharap?

Kerap kita penuh harap, kerap juga kita sinis sebelum berharap.

Aku tidak banyak berharap, segini saja sudah nyaman bagiku, bisa kenal Cinta dan Cinta juga mengenalku, sudah cukup. Setidaknya untuk saat ini sudah cukup.

Kembali lagi ke siang itu..

Siang itu dosen tidak masuk, kelas diliburkan. Aku yang tanpa arah karena memang siang itu cukup panas dan membuatku bingung mau kemana. Siang itu memang panas, aku bertemu temanku dan diajak untuk ikut kelas belanjaan saja bersamanya. Aku menyetujuinya tanpa berpikir panjang, ya, itung-itung sembari menunggu sore. Aku lebih nyaman pulang dari kuliah sore hari. Sejuk, dan kita bisa memikirkan apa saja yang sudah terjadi hari ini sambil menikmati sore.

Kami berdua sudah sampai di kelas yang dituju. Oh, iya, temanku satu ini memiliki blog, dan dia selalu berharap tulisannya bisa dibaca oleh pacarnya. Harapannya tidak menjadi kenyataan, sebab justru followers twitternya-lah yang rajin membaca dan memberi komentar.

Siang itu.

Aku duduk di barisan belakang, maklum, penyusup. Hihi.

Satu sosok yang membuatku tertarik untuk memandanginya lebih dari sekali adalah sosok yang berada beberapa kursi di depanku. Awalnya aku hanya bisa melihat sisi belakangnya. Rambutnya panjang tapi tidak lebih dari bahunya. Entah itu kategori rambut panjang atau pendek.

Saat dia memberikan daftar hadir untuk ditandatangani mahasiswa di belakangnya, tentu saja ia memperlihatkan wajahnya ke mahasiswa yang ada di belakangnya sambil memberikan daftar hadir. Aku berhasil melihat sisi depannya. Wajahnya.

Ia sadar bahwa aku memperhatikannya, sejenak ia sempat menatapku, entah tatapan macam apa itu, tatapan aneh karena ia belum pernah melihatku di kelas itu sebelumnya. Mungkin.

Untuk beberapa saat mata kami saling bertatapan. Eye-lock yang tingkatannya lebih tinggi dari eye-contact. Nyaliku terkunci tatapan matanya saat itu juga. Tatapannya jelas menghantam telak. Aku sumringah tapi hanya diam. Aku lalu pura-pura tidak melihatnya lagi. Dia pun kembali memperhatikan dosen.

Nama, adalah hal yang harus aku tau dari dirinya. Aku tidak memiliki hak untuk memegang daftar hadir kelas itu. Jika saja aku punya hak, pastilah aku akan mencarinya di daftar hadir. Andai aku terdaftar sebagai peserta kelas itu, pastilah aku sudah bisa tau namanya jauh-jauh hari. Rasa penasaran sampai pada tingkatan mendekati hardcore. Niat ingin menanyakan namanya ke temanku, tapi ia beberapa baris di depanku dan kelihatannya dia sedang serius memperhatikan dosen.

Kelas sebentar lagi akan berakhir, dosen meminta daftar hadir lalu memanggil nama-nama mahasiswanya. Untuk mencegah oknum penitip tanda tangan. Mungkin itu alasan yang palin bisa diterima.

"Cinta"

Ia mengangkat tangannya sambil berkata "Hadir, Pak!"

Namanya Cinta.

Suaranya gampang membekas.

Saat kelas sudah benar-benar berakhir dan dosen sudah pergi meninggalkan kelas. Semua mahasiswa asik dengan obrolan mereka masing-masing. Temanku bergegas kearahku. Cinta pun bergegas.

Cinta bergegas sendirian.

Aku memutuskan untuk mengikutinya. Aku menepuk pundaknya, ia tersentak. Aku mengajaknya berkenalan, lalu ia pun menyambutnya. Segitu saja saat itu. Tidak bisa lebih dan memang aku tidak tau harus apa lagi.

Perjalanan pulang kuliah jadi perjalanan paling mengasyikkan. Kesan hari ini saat Cinta tersenyum ketika aku mengajaknya berkenalan, sangat membekas. Setidaknya sampai beberapa hari ke depan pasti masih membekas.

Selanjutnya.

Media sosial harus aku kuasai. Maksudnya, aku harus tau semua akun media sosial yang Cinta miliki. Untuk masalah search di tab twitter atau facebook aku ahlinya. Tidak terbatas pada nama panjangnya saja, jika sudah mengetikkan nama panjangnya tapi belum dapat akun yang dicari, maka aku punya ribuan cara.

Aku mendapatkannya.

Facebooknya, twitternya. Setidaknya, dua itu yang saat ini paling hits.

Follow-ku berujung pada follback-nya. Request-ku juga berujung pada confirm-nya.

Esoknya. 

Dan hari-hari selanjutnya.

Saling sapa saat berpapasan di kampus sudah lumrah bagiku dan Cinta. Beberapa kali juga kami makan bareng di kantin. Cinta pembawaannya hangat, enak untuk sekedar diajak ngobrol ngalor-ngidul.

Senja memaksa siang untuk memberi kesempatan pada malam untuk mewaktu.

Tidak jarang kami mengobrol sampai lupa waktu. Pernah suatu hari ketika senja hampir habis, obrolan kami belum habis. Obrolan kami tidak terbatas pada perkuliahan. Kadang obrolan kami seputar  game dan kadang juga obrolan kami seputar anime yang lagi hits. Setidaknya aku dan Cinta memiliki banyak kesamaan.

Langit malam, penuh bintang.

Aku memiliki keinginan sebanyak bintang di langit. Sayang aku tidak berteman mesra dengan Doraemon.

Cinta berkawan dengan rasa. Logika tidak memiliki hak untuk ikut campur.

Aku menemukan hari esok yang harus aku tuju. Cinta nggak matematis. Bukan 4 x 4 = 16, sempat nggak sempat harus dibalas. Tapi, cinta itu sempat nggak sempat harus terucap dan tersampaikan. Hadir tanpa disadari, merasuk ke selurus aspek kehidupan. Datang dan tak sanggup untuk dihindari karena memang bukan untuk dihindari.

Pagi itu.

Aku sedikit terlambat datang ke kelas. Sampai di kelas dosen sudah ada dan aku pagi itu memang tidak memperhatikan jelas dan seksama apa yang disampaikan dosen. Mahasiswa malas? Bukan, tapi mahasiswa lagi jatuh cinta.

Aku ingin segera bertemu Cinta dan menyatakan perasaan ini. 

Selesai kelas, aku bergegas ke kantin untuk sarapan. Sambil berharap bisa bertemu Cinta. Tapi, sayang, Cinta tidak ada. Line-ku belum terbalaskan. Aku mengira dia sakit dan tidak datang ke kampus, tapi biasanya ia berkabar lewat Line denganku.

Memang aku siapanya? Siapa yang mewajibkan Cinta harus berkabar denganku?

Tidak ada.

Ya, memang tidak ada kok.

Sore datang tanpa memberiku waktu untuk menikmati siang. Aku memutuskan untuk tidak langsung pulang, tapi pergi ke mall dekat kampus. Sekedar mencari action figure untuk menambah koleksi yang aku miliki.

Di sebuah tempat makan di mall tersebut.

Aku melihat sosok yang tidak asing. Cinta memang tidak asing bagiku, sudah cukup lama aku mengenalnya sejak pertemuan pertama di kelas belanjaan kala itu. Ia bersama teman-teman perempuan lainnya tampak sumringah. Ada beberapa orang. Aku juga melihat ada kue di dekatnya.

Aku memutuskan untuk masuk ke tempat makan tersebut, tapi aku mencari tempat duduk yang cukup jauh dari Cinta dan teman-temannya. Sehingga aku yakin bahwa tidak mungkin Cinta menyadari keberadaanku.

Selanjutnya.

Datang pria yang kira-kira 3 tahun lebih tua daripada aku, pakaiannya rapi. Orang kantoran. Ia memasuki tempat makan tersebut. Sontak suasana menjadi ramai. 

"Happy birthday!"

Semua pengunjung tempat makan tersebut tiba-tiba berubah menjadi paduan suara dengan nada yang tidak seirama, akan tetapi lagu yang mereka nyanyikan sama, yaitu lagu selamat ulang tahun.

"Selamat ulang tahun, sayang!" Ujar Cinta sambil memberikan kue ulang tahun kepada pria tersebut. Aku cukup jelas bisa mendengarnya, karena Cinta setengah berteriak mengucapkan selamat ulang tahun kepada pria tersebut.

Aku melihat pria tersebut mencium kening dan kedua pipi Cinta.

Oh. Iya.

Aku sudah bisa mengerti dengan pandai tentang hubungan mereka.

Aku bergegas dari tempat itu dengan sangat hati-hati, aku tidak ingin Cinta menyadari bahwa aku ada di dekatnya. Aku tidak ingin merusak suasana. Aku mencoba pergi dan bergegas ke tempat yang tak mungkin aku bisa tersakiti.

Dunia memang tidak berujung. Tapi harapan selalu memiliki ujung.

Itulah yang diajarkan oleh Cinta.

1 comment:

  1. Saat kelas sudah benar-benar berakhir dan dosen sudah pergi meninggalkan kelas. Semua mahasiswa asik dengan obrolan mereka masing-masing. Temanku bergegas kearahku. Cinta pun bergegas.
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    ReplyDelete