Seharusnya gue nggak menceritakan rahasia ini sama siapa-siapa, tapi berhubung kalian bukan siapa-siapa gue, jadi gue bakal cerita tentang rahasia ini. Sebaiknya kalian yang udah baca rahasia ini, bisa jaga baik-baik tongkat estafet rahasia ini, yang udah sampe ke kalian. Maaf, kali ini gue nggak lagi bercanda, karena rahasia ini nggak se-bercanda itu. Eniwei se-bercanda itu tuh yang kaya gimana ya? Maaf, kali ini gue serius.
Sebuah pembuka tulisan yang apa-banget baru aja kalian baca. Gue turut prihatin karena kalian udah mau baca pembuka barusan #prayforkalian
Sebelum gue melanjutkan tulisan ini, ada baiknya kita sejenak berterimakasih kepada penemu instagram. Seperti yang kita tau, berkat penemu instagram, jadi ada instagramnya Raisa dan juga Isyana. Semenjak ada instagram Raisa dan Isyana, gue yakin kalo kalian punya uang 5000 rupiah dan kalian belanjain di warung sebesar 2500 rupiah, maka kalian bakal dapet kembalian 2500 rupiah. Kalian harus tau kalo ini matematika sederhana dan nggak ada hubungannya sama instagram Raisa juga Isyana... Biar panjang aja tulisan gue.
Jadi, seperti judul postingan kali ini. Iya, entah kenapa gue suka bis... gue ngerasa harus bikin tulisan ini, sebab waktu Rio Dewanto masih main askfm, sering ditanyain kenapa sih suka naik bis? atau kenapa suka sama bis. Jujur, gue ngerasa capek ngejawabnya berkali-kali..
Lo juga nggak usah nyama-nyamain gue sama Rio deh...
Pada awalnya, ketika gue masih kecil, kira-kira ukuran 5 centimeter lebih 4 milimeter. Anjir, nggak gitu juga sebenernya. Waktu gue masih usia 5 tahun, gue sering mudik sama orang tua gue ke kampung halaman. Gue sendiri lahir di Jakarta sementara kedua orang tua gue asli Wonogiri dan mudik udah jadi ritual keluarga tiap lebaran idul fitri apalagi. Sejak kecil gue sering naik bis malam untuk mencapai kampung halaman. Sejak keluarga masih ngontrak di Jakarta sampai beli rumah di Bekasi.
Kira-kira terakhir gue mudik naik bis itu saat gue kelas 3 SMP dan setelah itu gue mudik naik mobil sodara gue dan makin kesini mudik pake mobil pribadi. Sehingga ritual mudik sekeluarga naik bis adalah salah satu dari 12483912194994 hal yang gue rindukan.
Berawal dari kecil, gue selalu menikmati sensasi naik bis malam saat pulang kampung, gue bahkan selalu berdiri di kursi saat penumpang lain terlelap, gue asik menikmati bis yang gue naikin ngebalap kendaraan yang ada di depannya dan buat gue ini adalah suatu keasikan tersendiri. Gue dari dulu sering naik bis Gajah Mungkur haha lo pasti tau lah, nggak usah gue kasih gambarnya disini, kuota mahal soalnya. Bis yang sering gue lihat ngebalap-in bis yang gue naikin adalah Nusantara dengan livery (motif gambar di body bis) bergambarkan balon udara. Anjir itu bis keren banget waktu itu.
Gue juga hampir pernah ilang di rumah makan tempat istirahat bis malam. Ceritanya waktu itu gue masih umur 5 tahunan dan pulang kampung berdua doang sama bapak gue, jadi bapak gue pergi ke toilet rumah makan dan meninggalkan gue di depan pintu toilet sembari berpesan "kamu disini aja ya jangan kemana-mana" Rio Dewanto yang kala itu masih berusia 5 tahun hanya mengangguk-angguk. Apakah gue nurut? Enggak, gue malah tertarik untuk berjalan menuju bis-bis yang lagi parkir di rumah makan dan gue menikmati itu.
Eh, ini gue nyeritain diri sendiri apa Rio, sih? Rio Pakusadewo.
Itu Tio anjerrr!! Lawas bener mainannya plesetan.
Balik ke cerita, gue udah terlalu jauh dari toilet tersebut, dan justru hampir masuk ke sembarang bis yang gue nggak tau bis apa itu, yang penting bis. Gue udah mau masuk, kaki gue udah susah payah mau naik tangga di pintu bis sebelum akhirnya ada seseorang yang menggendong gue seakan merebut kesengangan gue. "Kamu itu dibilang jangan kemana-mana malah nggak nurut!" ujar bapak gue dengan mimik wajah panik (Ini asli gue diceritain dan karena daya ingat gue kuat, gue masih bisa merasakan kejadian tersebut).
Hari demi hari gue tumbuh sebagai penyuka bis, gue belajar baca waktu umur 4,5 tahun dari nama-nama bis yang gue lihat dijalan, waktu TK gue punya buku khusus berisikan catatan nama bis yang gue temui dijalan dan buku ini selalu gue bawa saat mudik sampai SD. Gue kira cuma gue yang suka sama bis di dunia ini. Suka disini bukan gue suka lalu mau nikah sama bis ya. Soalnya pernah gue ditanya di askfm "mau nikah sama bis ya kak?" asli, kalo gue tau orangnya, bakal gue suruh ngilik dinamo aja atau main monopoli sambil nunggu buka puasa ketimbang dia harus main askfm dengan pertanyaan semacam itu.
Kembali ke kalimat "gue kira cuma gue yang suka sama bis di dunia ini". Setelah gue kenal internet dan tau fungsi internet selain untuk mengakses situs porno yang sekarang diblokir sama menteri, ternyata ada loh forum bagi penggemar bis di Indonesia dan dari sana gue kenal istilah namanya touring (lo pergi naik bis untuk jalan-jalan, atau sekedar untuk merasakan naik sebuah perusahaan otobus) atau hunting (foto-foto bis) dan dari sana dunia per-bis-an gue semakin seru dan gue semakin suka sama hobi yang mungkin aneh ini. Ya aneh, gue pernah lagi jalan sama temen gue dan lihat bis di jalan raya, spontan gue malah ngomong jenis mesinnya dan temen gue bingung dengan apa yang gue ucapin. Saking bingungnya dia sampai nggak bisa ngisi soal UAS dan terpaksa diambil dosen karena waktu udah habis.
Lo bingung ya, gue lagi jalan apa UAS?
Semenjak gue main twitter, gue semakin banyak kenal sama penggemar bis dan bahkan ada beberapa dari mereka yang jadi temen setia touring gue. Jujur, gue mulai naik bis selain bis Gajah Mungkur adalah ketika kuliah dan di tiap liburan semester pasti gue isi dengan ritual touring sama temen-temen gue. Perjalanan touring gue itu Jogja, Solo udah jadi hal biasa, Kudus lumayan sering, Jepara pernah, Madura pernah, Ponorogo pernah, Surabaya pernah, paling jauh sih ke Denpasar naik bis. Gue punya keyakinan semakin banyak pergi, sama aja semakin banyak nambah temen. Karena kalian boleh percaya apa enggak, tapi sebaiknya sih percaya. Di tempat tujuan touring yang gue lakukan, selalu ada banyak penggemar bis lainnya. Kalian semua yang punya instagram, bisa liat perjalanan touring dan hasil hunting foto bis di instagram gue, search aja ig gue sennaaditiya, habis itu difollow, habis itu diunfollow, habis itu difollow lagi, terserah deh mau diapain, gue mah orangnya pasrahan.
Media sosial seakan menjadi wadah atau pemicu semakin banyaknya penggemar bis. Mulai dari yang cuma foto-foto bis doang dengan hidung beler ingusan, sampai yang rajin touring bahkan sampai paham tentang mesin bis mengalahkan sales mesin bis tersebut. Yang pasti sih jaman gue kecil dulu, gue nggak pernah foto bis dengan kamera karena boro-boro kamera, buat punya tamagochi aja gue harus ngambek ngacak-ngacak sampah dulu biar dibeliin. Lagipula jaman gue kecil dulu kamera masih barang mewah, dan bis-bis belum ada lampu kolongnya, dek hahaha. Beda sama jaman sekarang dimana di beberapa terminal lo bisa menyaksikan segerombolan anak kecil dengan hp anic berkamera dikalungin dan seakan paling paham tentang bis idola mereka. Biasa mereka disebut ababil (abege labil) karena tingkah laku mereka yang ketika hunting tidak memperhatikan keselamatan orang lain dan juga diri sendiri. Yang penting mereka dapat foto bis kesayangan mereka meskipun ketika di upload ke facebook hasilnya tuh nge-blur. Nggak, gue bukan lagi ngecengin mereka karena pengalaman dan waktu akan mendewasakan mereka.
Anjir, terlalu keren kalimat terakhir pada paragraf di atas...
Gue terlalu banyak cerita pada postingan kali ini, yang jelas ada yang suka jalan-jalan ke mall, naik gunung, liburan ke pantai, backpacker-an, menghabiskan waktu di bengkel untuk modif motor atau mobil, tidur, hunting foto, nge-band, menghabiskan waktu untuk mencoba resep masakan baru, dll. Banyak cara untuk menyenangkan diri sendiri dan mencapai kepuasan batin. Kita semua sepakat bahwa untuk masalah cara menyenangkan diri, tentu berbeda antara satu individu dan individu lainnya. Gue yakin nggak sedikit orang yang menyentuh titik kepuasan batin ketika menaiki balok beroda yang biasa disebut bis.
Sebelum gue akhiri tulisan ini, kita harus sepakat lagi bahwa tiap orang punya cara tersendiri untuk memperpanjang kilometer pengalaman mereka.
No comments:
Post a Comment