Kali ini gue awali postingan gue dengan rasa terimakasih kepada penemu masakan padang, karena tanpa penemu masakan padang, kita semua nggak akan pernah tau apa yang bakalan dijual di rumah makan padang.
Stasiun Bekasi, 10 Desember 2015.
Gue turun dari commuter line bersama ratusan orang lainnya, malam itu gue yang sembari mendengarkan musik menggunakan earphone sok asik genjreng-genjreng angin layaknya pemain gitar yang sedang mabuk pada petikan gitarnya sendiri. Iya, gue lagi kaya gitu sebelum tangan gue secara nggak sengaja menggenggam tangan orang lain. Rasanya aneh, daun berguguran, angin bertiup, gunung merapi mengeluarkan lava pijar, gue sama dia saling memandang seakan nggak ada orang lain selain kita berdua di stasiun itu. Perlu beberapa detik sebelum kita sama-sama sadar kalo gue cowok dan dia bapak-bapak. Semenjak saat itu gue berjanji sama diri sendiri dan negara ini kalo gue nggak akan lagi main gitar virtual di keramaian.
Udah beberapa bulan terakhir ini gue jadi seorang penumpang kereta commuter line bersama banyak orang lainnya. Gue yang sebelumnya paling nggak mau naik kereta karena gue nggak ada minat buat naik kereta pada akhirnya menjadi bagian penumpang CL. Ya mau nggak mau karena gue tinggal di Bekasi (Cibitung tepatnya) dan kerja di daerah Pluit, masuk kerja jam setengah 8 pagi, maka salah satu cara terbaik untuk mencapai tempat kerja gue adalah dengan menaiki ular besi yang digilai banyak orang tersebut. Gue pernah ngebayangin kalo gue ke tempat kerja naik mobil pasti tekor di bensin dan gue pasti ditilang tiap hari karena gue nggak punya SIM. Kalo gue bawa motor dari Cibitung ke Pluit, gue takut kalo nantinya motor gue memutuskan untuk resign jadi motor gue dan memilih jadi milik orang lain yang menggunakannya dengan jarak yang bisa diterima oleh akal sehat motor. Gue juga pernah coba mikir ngelantur seandainya gue jalan dari Cibitung ke Pluit, maka ketika gue sampai di Pluit, gue udah jadi seorang kepala cabang dan Indonesia udah masuk piala dunia.
Pada akhirnya gue jadi bagian dari para pengguna CL mendapati banyak pengalaman baru yang bakal gue tulis disini. Naik CL itu murah, gue dari stasiun Bekasi ke Jakarta Kota, dari ujung ke ujung, cuma 3000. Dari situ gue tau kalo uang 3000 itu ternyata bisa juga buat pergi dari Bekasi ke Jakarta Kota, nggak cuma buat beli s-tee doang.
Kereta itu rame banget saat jam berangkat kerja sama jam pulang kerja, sumpah demi instagram Ariel Tatum. Saat jam berangkat kerja sama jam pulang kerja, udah bisa dipastiin kereta bakalan penuh sesak sama manusia yang mengasuransikan absensi kerja mereka pada kereta. Lo boleh seganteng Aliando saat naik kereta pada jam kerja, gue jamin lo pas turun bakal mirip Aliyudin dan buat yang cewek, lo boleh secantik Melody JKT48 pas naik kereta pada jam kerja, gue jamin pas lo turun bakal lebih mirip melodi kematian ketimbang Melody JKT48.
Gue pernah jam 6 sore mau balik ke Bekasi naik kereta dari stasiun Jakarta Kota yang jadi titik awal pemberangkatan dan gue nggak dapet duduk alias berdiri. Stasiun berikutnya penumpang makin bertambah dan saat di stasiun Manggarai itu suasana berubah total. AC nggak dingin, kaca dibuka, gue yang tadinya berdiri masih tegak jadi miring, bukan karena nggak kuat tapi karena adanya desakan-desakan dari penumpang yang makin bertambah di tiap stasiun. Gue khawatir saking sesaknya penumpang, maka kereta CL akan mengundurkan diri jadi sebuah kereta dan lebih memilih untuk menjalani kehidupan normal.
Nggak masalah dan nggak akan menimbulkan keluhan selama kita masih berdiri tegak di kereta. Gue pernah saking penuhnya CL, di depan gue itu udah muka orang dan gue bisa ngerasain nafas orang itu. Mau nggak mau dong kan hadap-hadapan sama orang lain dimana jarak muka lo sama dia cuma sejengkal kurang. Ya nggak masalah kalo muka lo sama muka dia saling berhadapan cuma 10-15 menit. Lah coba lo bayangin perjalanan dari Jakarta Kota ke Bekasi makan waktu berapa jam? Normal sih 1 jam, bisa makin ngaret kalo kereta tertahan. Coba lo bayangin lo hadap-hadapan sama muka orang lain, saling tatap dengan tatapan kosong selama 1 jam lebih. Bisa sayang sama dia yang ada. Nggak akan jadi masalah kalo di depan gue itu cewek wangi yang berwajah sayang apabila tidak ditatap dan akan jadi masalah kalo yang di depan gue mas-mas atau bapak-bapak yang tiap lima menit sekali narik nafas dalam karena sumpeknya kereta.
Iya, kita semua para pengguna CL pasti bete kalo kereta udah tertahan karena ada antrian atau hal yang lainnya. Kalo nggak ngejar waktu ya gapapa lah. Tapi kalo udah ngejar waktu masuk kerja dan kereta lo tertahan, maka akan menjadi kenapa-napa. Dari Bekasi ke Jakarta Kota itu sering tertahan di Jatinegara, Manggarai sama Jayakarta, bahkan kadang saat lo udah lewat stasiun Jayakarta dan Jakarta Kota udah di hadapan lo, kereta selalu punya cara buat bikin lo kesel.
"Saat ini kereta anda masih tertahan di Jayakarta menunggu antrian masuk stasiun Jakarta Kota, mohon maaf atas keterlambatannya." Saat lo mendengar pengumuman semacam ini, maka selama kereta lo tertahan, gue yakin lo bisa menggunakan waktu lo untuk futsalan, keliling Eropa, atau bahkan menyelesaikan S2 dan membangun sebuah keluarga yang harmonis.
Karakteristik penumpang CL juga beda-beda. Ada yang dermawan memberikan tempat duduknya kepada yang lebih membutuhkan. Ada yang pake masker seribuan dan pura-pura tidur padahal nggak tidur. Ada yang mengiba pura-pura kecapean biar dikasih tempat duduk, tapi ngehenya saat udah dikasih tempat duduk, dia malah main game duel otak sambil ketawa-ketiwi seakan capeknya hilang. Duduk di CL pada saat jam berangkat dan pulang kerja itu adalah hal yang mewah. Bahkan kita harus saling dorong-dorongan, lari, berebutan biar dapet duduk di CL. Gue sih enggak gitu, tapi heran sama orang yang masuk kereta harus pake dorong-dorongan seakan lagi berada di konser metal.
Pada saat pintu CL dibuka, pada saat itu pula duel otot dimulai. Peraturan untuk mendahulukan penumpang yang turun terlebih dahulu itu cuma mitos belaka. Bahkan kadang penumpang yang mau turun kereta, kebawa arus penumpang yang mau naik kereta dan pada akhirnya penumpang yang tadinya mau turun jadi naik kereta lagi.
Di commuter line ada yang namanya kursi prioritas yang diperuntukkan bagi lansia, ibu hamil, dan ibu yang membawa anak. Percaya sama gue, kursi semacam ini justru akan mematikan nurani kita. Lo nggak akan duduk di kursi itu cuma sekedar karena ada larangan. Lo bakal malu kalo duduk disana karena ada peraturan yang terpampang mengenai siapa yang diperbolehkan untuk duduk disitu. Cuma karena itu. Coba misal kursi prioritas dihapuskan, dan biarkan nurani yang bermain, maka bakal jadi hal yang lebih jujur.
Apapun itu, commuter line dengan segala warna-warninya adalah sebuah alat transportasi yang saat ini populer bagi warga JABODETABEK. Ribuan orang menggantungkan harapan mereka untuk sampai ke tempat tujuan dengan cepat, aman, dan nyaman kepada commuter line. Gue yang berlabel anak baru di CL sejauh ini cukup senang dan masih terus berharap semoga makin kedepan, CL semakin memenuhi harapan para penumpangnya.
Pada akhirnya, gue harus menyudahi postingan ini sampai disini karena gue takut ketinggalan kereta. Sampai jumpa di postingan selanjutnya dan jangan lupa untuk nge-like foto Pevita di instagram hari ini.
No comments:
Post a Comment