Hari-hari ini, harusnya jadi hari-hari yang dinanti, ditunggu oleh kebanyakan orang Indonesia. Iya, kita tanpa sadar sudah memasuki hari-hari menjelang bulan puasa. Cukup menghitung dengan jari-jari di satu tangan, maka kita sudah masuk pada bulan puasa. Menyenangkan bukan? Harusnya sih iya..
Tapi, sayangnya awal tahun 2020 ini, sebuah virus mematikan bernama corona, lahir di Wuhan dan lalu menyebar ke segala penjuru dunia, sehingga segera menjadi sebuah pandemi global. Indonesia sendiri, pada mulanya terkesan santuy menyikapi pandemi ini. Guyonan orang Indonesia kuat karena sering makan gorengan dengan minyak goreng bercampur plastik bahkan laris manis disebarluaskan oleh tua-muda di grup whatsapp. Gue gak tau sih kalo grup whatsapp Pevita bercandanya gini juga apa engga...
Petinggi negeri pun gak kalah ajaib dengan guyonan-guyonan mereka tentang corona ini. Gue gak perlu lah ya nulis gimana kocaknya mereka? Entah, niat hati ingin membuat rakyat tenang atau malah emang cuma segitu aja kualitas mereka? Entahlah, gak mau ngurusin, toh mereka juga sibuk urus diri sendiri. HIYAAAAA HIYAAAA...
Lantang mereka bilang, bumi pertiwi nihil kasus corona, Indonesia aman dari infeksi corona. Sampai tiba-tiba, corona hadir di Depok pada bulan.. gue lupa Februari akhir atau Maret awal. Mulai dari sini, kita semua merasa menyesal ikut menikmati guyonan tentang corona. Eh, kita? Elu aje, gue sih dari awal corona muncul di Wuhan dan penerbangan internasional masih dibuka, dari situ gue udah was-was dan ngebatin "tinggal nunggu waktunya aja ini sih sis.. cek ig kita sis."
Nominal penderita terus bertambah sedikit demi sedikit dari hari ke hari. Tapi ada juga hari ketika pasien 1 dan 2 dinyatakan sembuh dari corona, dan bagaimana jumawanya rezim ini, diadakan seremoni sembari mewartakan kabar bahwa virus ini tidak terlalu perlu dikhawatirkan karena toh nantinya akan sembuh dengan sendirinya. Ayo sosial, terus berkegiatan seperti biasa. Santuy, kalem, nga usah khawatir
Ya baikkkk...
Selamat datang di rezim seremonial, Pev..
Pevita.
Nyatanya bagaimana? dari satu digit berubah dua digit, tiga digit, dan sekarang empat digit penderita di bumi pertiwi. Semua terbungkam, semua diam, karena diremehkan, corona jadi terasa punya dendam pada kita. Masker langka, hand sanitizer nihil, tenaga medis berguguran.. Langkah-langkah yang diambil serasa berbunyi "kemana aja sih dari kemarin tu kamu tuuuu?"
Sekarang kita hidup dalam keadaan penuh takut. Takut kena corona, takut akan keadaan ekonomi, dan takut DWP 2020 gak ada. Peraturan sana-sini diperketat, sosial jadi dibatasi dan efeknya dirasakan semua sektor kegiatan. Banyak, banyak sekali hal yang biasanya diperbolehkan, menjadi gak boleh dan dilarang demi memutus penyebaran corona. Berhasilkah? Sampai sekarang tulisan ini gue buat, jumlah penderita semakin bertambah.
Seharusnya gegap gempita sedang menyelimuti kita pada hari-hari ini. Seharusnya hari-hari ini menjadi menyenangkan buat kita. Puasa dan mudik adalah ritual tahunan untuk orang Indonesia yang dimana kesenangannya gak cuma dirasakan bagi muslim aja. Pada bulan puasa, perputaran nominal rupiah menjadi paling tinggi dalam setahun di Indonesia. Gak percaya? Sebaiknya kalian percaya, karena tulisan ini bukan lucu-lucuan atau cinta-cintaan yang biasa gue tulis. Gue selalu berdoa yang terbaik, karena kita semua menjadi gak enak dengan keadaan ini. Iya, kita masuk di deretan hari yang gak pernah kita bayangkan......
Salah satu... (lanjut Rabu 22 April 2020)
No comments:
Post a Comment