"Wow!
Ini pasti sangat mengasyikkan" sorak Finn kegirangan. "Ya, aku tau
ini pasti mengasyikkan. Sangat-sangat mengasyikkan" tambahnya sambil
berlari-lari kecil seperti anak berusia dibawah 5 tahun yang mendapatkan
permen.
"Ini
liburan musim panas yang akan sangat mengerikan! Dan juga menyenangkan"
timpal Edd dan Rob secara bersamaan. Hampir bersamaan.
"Ya, mungkin. Mungkin saja" aku yang sebenarnya merasa
biasa-biasa saja mencoba ikut senang dengan Finn, Edd, Rob, dan Casey. Ini
liburan musim panas kami, kami. Aku, Finn, Edd, Rob, dan Casey adalah teman
baik. Rumahku dan mereka juga cukup dekat. Hanya berjarak beberapa blok saja.
Liburan musim panas kali ini, kami diajak oleh keluarga Casey berlibur ke sebuah pulau. Pulau Mati. Demikian orang menyebutnya. Menurut cerita, dulunya pulau ini adalah tempat pembantaian tahanan perang. Pulau ini cukup luas, jaraknya cukup jauh dari tempat kami tinggal. Konon katanya, arwah korban pembantaian disana sering muncul pada saat-saat tertentu, untuk membalas dendam kepada manusia yang menghabisi nyawa mereka. Ada juga cerita mengenai arwah-arwah tentara yang suka membunuh manusia-manusia yang masih hidup di pulau tersebut. Aku juga tidak habis pikir, kenapa kami diajak berlibur kesana oleh keluarga Casey.
Liburan musim panas kali ini, kami diajak oleh keluarga Casey berlibur ke sebuah pulau. Pulau Mati. Demikian orang menyebutnya. Menurut cerita, dulunya pulau ini adalah tempat pembantaian tahanan perang. Pulau ini cukup luas, jaraknya cukup jauh dari tempat kami tinggal. Konon katanya, arwah korban pembantaian disana sering muncul pada saat-saat tertentu, untuk membalas dendam kepada manusia yang menghabisi nyawa mereka. Ada juga cerita mengenai arwah-arwah tentara yang suka membunuh manusia-manusia yang masih hidup di pulau tersebut. Aku juga tidak habis pikir, kenapa kami diajak berlibur kesana oleh keluarga Casey.
Oh iya, aku Billy, sebenarnya aku lebih suka menghabiskan waktu liburanku dengan membaca buku. Membaca buku apapun itu, usiaku 16 tahun. Sementara Finn adalah anak yang memiliki daya khayal dan rasa ingin tau yang sangat tinggi, ia punya khayalan bahwa suatu saat ia akan memecahkan kasus-kasus seperti Jack The Ripper. Dia selalu ingin jadi detektif. Sementara Edd dan Rob adalah saudara kembar. Tinggi mereka sama, kutaksir sekitar 170 cm. Rambut mereka pirang, Rob berkacamata sedangkan Edd tidak berkacamata, tiap orang yang melihat mereka, sudah pasti mengatakan "kalian pasti saudara kembar".
Casey? Casey adalah anak dari keluarga yang sangat kaya, ia dan keluarganya sangatlah baik, mereka suka mengajak kami berlibur, berkemah, dan juga pergi ke pantai. Tapi untuk saat ini aku masih tidak habis pikir mengapa harus ke pulau mati untuk liburan kali ini? Pulau mati, pulau mati. Aku tidaklah menyukai dan mempercayai hal-hal yang berbau horror, setan, hantu, atau apapun sejenisnya. Aku sering membaca buku-buku horror, dan itu tidak bisa membuatku ngeri. Maksudku, aku sering menakuti diriku sendiri dengan imajinasi-imajinasi yang kubuat sendiri.
Tapi itu tidak berhasil.
Dan tidak akan pernah berhasil.
“Bagaimana Billy? Kau juga mau ikut kan?” pertanyaan Casey tiba-tiba mengagetkanku.
“Kecuali kalau kau memang ayam hahaha,” Edd dan Rob mengejekku. Lagi-lagi bersamaan. Mereka memang sering bersamaan ketika bicara, aku juga tidak tau kenapa keseringannya seperti itu. Apa mungkin mereka melakukan sebuah perjanjian dahulu di rumah mengenai apa yang akan mereka bicarakan?
Entah.
“Ya, pastilah aku ikut. Lagipula kali ini aku tidak punya cukup persediaan buku untuk aku baca selama liburan, maksudku buku baru” sahutku sekenanya.
“Yeay! Kita full team kali ini. Pulau mati, kami datang!!!” lagi-lagi Finn bersorak.
Menjelang sore, kami bergegas kembali ke rumah kami masing-masing, kami juga berkemas malam harinya, esok jam 9 pagi kami akan berangkat liburan ke pulau mati selama seminggu. Seperti biasa, Ibuku mengkhawatirkanku, Ibu memang selalu begitu, selalu menganggap aku seperti anak kecil yang belum bisa apa-apa. Berbeda dengan Ayah, Ayah ingin aku menjadi laki-laki yang mandiri sejak dini. Ibu membekaliku dengan berbagai makanan ringan, beberapa kaleng minuman bersoda, dan juga beberapa coklat.
Keesokan paginya, aku berpamitan kepada Ayah dan Ibu, lalu bergegas menuju rumah Casey. Sampai disana ternyata sudah ada si kembar. Lalu tidak lama kemudian Finn datang. Ibu Casey, Miss Nolan membuatkan kami sandwich untuk sarapan, sandwich dengan ukuran besar. Seperti biasanya, kami memang selalu mendapat hidangan seperti itu ketika ke rumah Casey pada pagi hari. Sementara itu Ayah Casey, Mr. Wood sedang menyiapkan mobil dan juga memasukkan barang-barang bawaan kami. Sebenarnya aku merasa tidak enak, tapi sewaktu aku mau membantu Mr. Wood untuk memasukkan barang-barang kami ke mobilnya, ia malah menyuruhku bergabung untuk sarapan.
Tepat jam 9 pagi, kami selesai sarapan. Aku merasa sandwich tadi sangatlah besar, mungkin siang nanti aku tidak akan merasa lapar. Mobil milik keluarga Casey adalah sebuah van, cukup untuk menampung kami. Bahkan masih ada bangku kosong. Mr. Wood mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, di dalam mobil, kami bercerita satu sama-lain. Miss Nolan menanyakan kepada kami, apakah disekolah Casey sering membuat keributan atau tidak. Kami membicarakan apapun. Kulirik jam tanganku menunjukkan jam 10.30, sudah hampir satu setengah jam kami di dalam mobil tersebut. Pagi itu suasana jalanan tidaklah terlalu macet.
Jam 11.00
kami sampai di pelabuhan, untuk sampai ke pulau mati, kami harus menyebrang
menggunakan kapal cepat dan itu masih membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.
Begitu kira-kira yang dikatakan Mr. Wood. Di kapal cepat aku merasakan mual
yang teramat, aku memang tidak suka bepergian menggunakan kapal.
“Hey Billy,
kenapa kau?” tanya Casey.
“Mukamu
merah, kamu ketakutan naik kapal?” timpal Finn. Sementara si kembar sedang asik
berbincang dengan orang tua Casey.
“Ehh, tidak,
aku hanya merasa sedikit mual. Aku pusing” jawabku. “Aku sebelumnya pernah naik
kapal cepat, dan aku muntah karena aku memang tidak suka naik kapal laut, ini mengerikan”
tambahku lirih.
Iya, naik
kapal laut memang mengerikan bagiku, jauh lebih mengerikan ketimbang
cerita-cerita horror yang ditakuti anak seusiaku. Entah kenapa aku selalu mual
ketika naik kapal laut. Itu cukup menyusahkan menurutku. Aku segera mengambil
minuman soda dari tasku, dengan meminumnya kupikir bisa mengatasi rasa mual
ini. Perkiraanku salah, salah besar. Yang terjadi selanjutnya adalah aku
muntah.
“Kau tidak
apa kan Billy?” tanya Miss Nolan dengan ekspresi wajah khawatir.
“Tidak Miss Nolan,
aku hanya merasa mual dan pusing”
“Dia tidak
biasa naik kapal Bu” ejek Casey.
“Sebaiknya
kau tidur saja Billy” Mr. Wood mennyuruhku tidur.
Aku pun
memutuskan untuk tidur, karena mungkin memang tidur lah cara terbaik untuk
mengatasi mual dan pusing ini. Bukannya meminum minuman bersoda.
Sekitar jam
12 lebih, kapal bersandar di pulau mati. Aku pun terbangun, kulihat yang
lainnya sudah bergegas untuk keluar dari kapal. Dengan langkah lemas, aku pun
ikut keluar dari kapal. Hmmm jadi seperti ini ya pulau mati, aku membatin.
Sebenarnya pulau mati tidaklah buruk-buruk sekali. Pemandangan disini cukup
indah, ada penginapan kecil, benteng-benteng serta bunker peninggalan masa
lalu, dan ada sebuah penjara. Kukira penjara inilah yang dijadikan tempat
dimana tahanan perang ditahan sebelum akhirnya mereka dihabisi.
Kami
langsung disambut oleh seorang guide, namanya Ashley, dia kutaksir berusia 19
tahun. Mungkin. Dia mempersilahkan kami untuk meletakkan barang di penginapan
terlebih dahulu, sebelum makan siang.
“Saya
Ashley, saya akan mejadi guide kalian selama disini, salam kenal dan selamat
menikmati liburan kalian” begitulah ucapnya ketika ia memperkenalkan diri.
Kata-kata perkenalan yang sudah biasa bagi seorang guide. Ashley cukup cantik
menurutku, rambutnya dikuncir, matanya biru. Akan tetapi ia sangat membosankan,
ya, membosankan, prediksiku. Tapi ia cantik.
Kami pun
bergegas merapikan barang bawaan kami, aku sekamar dengan teman-temanku.
Sementara kamar Mr. Wood dan Miss Nolan tepat di seberang kamar kami. Setelah
itu kami bergegas untuk menuju tempat makan siang, letaknya ada di belakang
kamar kami. Makan siang kali ini adalah ayam goreng mentega dan juga beberapa
seafood. Dan lagi-lagi aku bertemu musuhku, yaitu seafood. Aku memang tidak
menyukai makanan laut. Jadi kuputuskan untuk memakan ayam saja.
“Selamat
menikmati makan siang, ada sajian seafood spesial dari kami” ucap Ashley seakan
ia ingin menunjukkan bahwa seafood tersebut disajikan spesial untuk kami.
Padahal setauku, seafood ya tetaplah seafood, sama saja. Sama-sama menyebalkan.
“Seafood ini bahannya didapatkan dari laut sekitar sini, rasanya sangat khas”
tambahnya.
“Mana ada,
mana ada,” gumamku suram sambil melirik seafood di meja makan.
“Kau benar
Ashley, seafood ini sangatlah khas.” sahut Edd dan Rob.
“Sangat
khas...” tambah Finn dengan sinis.
“Mana ada,
mana ada,” aku lagi-lagi bergumam.
Sementara
itu Casey dan orangtuanya sudah habis satu piring seafood, aku masih asyik
dengan ayam goreng mentegaku. Finn, Edd, dan Rob juga tampaknya sangat
menikmati seafood tersebut.
Setelah makan
siang, kami dipersilahkan untuk istirahat sebentar, ketika kami beristirahat,
Ashley memberitahu aturan main di pulau ini. Ia mengatakan tidak boleh ada yang
pergi kemana-mana tanpa ijin darinya, ia beralasan, hal ini untuk menjaga
keselamatan para pengunjung dan juga agar tidak mengganggu apa-apa yang ada
disini.
“Jangan juga
ada yang masuk ke penjara perang sendirian” kata Ashley. “Saya tekankan, jangan
juga ada yang masuk ke penjara perang sendirian” ulangnya serius.
Kami.
Maksudku Casey, aku, Finn, Edd, dan Rob saling berpandangan penuh tanya.
Sementara itu Mr. Wood dan Miss Nolan memperhatikan penjelasan Ashley dengan
seksama.
Apakah
penjara perang itu sangatlah mengerikan? Atau mungkin ada harta di penjara
tersebut? Atau penjara tersebut menyimpan suatu rahasia yang sebegitu
pentingnya? Sehingga orang dilarang kesana tanpa didampingi guide.
Pertanyan-pertanyaan itu terus mengusik aku. Dan juga mengusik teman-temanku
yang lainnya. Terutama Finn, karena dia memanglah memiliki jiwa detektif,
semakin ada tempat yang misterius, ia akan semakin ingin tau, dan akan semakin
penasaran.
“Ashley, apa
hanya ada rombongan kami?” tanyaku. “Maksudku, saat ini apakah hanya ada
rombongan kami yang berlibur disini?” tambahku.
“Iya betul
sekali. Kami hanya mengijinkan dalam satu minggu hanya ada satu rombongan yang
berlibur kemari. Itupun jumlahnya tidak boleh lebih dari 10” jawabnya sambil
membenarkan baju yang ia kenakan.
“Kenapa
demikian?” kali ini Finn yang bertanya.
“Kami takut
tidak bisa mengawasi pengunjung, apabila terlalu banyak yang belibur kesini
dalam satu waktu” jawab Ashley membela diri.
“Maafkan
anak-anak, mereka selalu ingin tau” tiba-tiba Miss Nolan menyela obrolan kami
dengan Ashley.
“Ya, rasa
ingin tau anak-anak memanglah sangat besar” sambung Mr. Wood.
“Tidak
apa-apa, disinilah saya ditugaskan, untuk menjawab pertanyaan dan memandu para
pengunjung disini” kata Ashley.
Apanya yang
anak-anak? Kami kan sudah 16 tahun, dan umur 16 tahun bukanlah lagi umur
anak-anak. Justru kami akan semakin tertarik pada hal-hal yang dilarang dan
misterius. Ya, seperti penjara perang tersebut. Selanjutnya, Ashley
menceritakan kisah pulau mati dan juga mengenai pembantaian tahanan perang, ia
juga menceritakan tentang legenda arwah-arwah korban pembantaian yang sering
muncul pada saat-saat tertentu, untuk membalas dendam kepada manusia yang
menghabisi nyawa mereka.
“Apa kau
pernah melihat arwah-arwah itu?” tanya Finn penuh selidik.
“Aku? Aku
tidak, akan tetapi beberapa generasi sebelumku pernah melihatnya, pengunjung
pulau juga ada yang pernah melihatnya.” jawab Ashley.
“Jadi, apa
kau percaya?” timpal Edd.
“Percaya
mengenai arwah korban pembantaian yang sering muncul pada saat-saat tertentu,
untuk membalas dendam kepada manusia yang menghabisi nyawa mereka.” tambah Rob.
Aku yang
memang tidak percaya akan cerita horror memilih untuk menikmati suasana pulau
mati. Mataku menyapu sekeliling pulau, dan sesekali tertuju pada penjara
perang.
“Aku
percaya, sebab orang tuaku pernah melihatnya dan menceritakannya padaku” jawab
Ashley.
Saat sedang
asik melihat pemandangan, suatu ketika aku menangkap bayangan, pandanganku
menangkap bayangan di penjara perang tersebut. Aku tersentak. Tapi lagi-lagi,
hal ini tidak membuatku ketakutan. Aku berpikir mungkin itu hanya bayangan
pohon, atau bayangan-bayangan benda lainnya. Tetapi sesuatu mengatakan padaku
itu adalah bayangan manusia, sesuatu mengatakan padaku bahwa itu bukanlah
bayangan pohon, atau bayangan benda lainnya.
Malam
harinya, kami dikumpulkan lagi ke tempat makan siang tadi, untuk menikmati
makan malam. Menu makan malam kali ini adalah daging bakar, seafood, dan olahan
ikan lainnya. Ya, selalu ada seafood dan akan selalu ada seafood disini. Kali
ini ada beberapa orang pemain musik yang mengiringi makan malam kami. Mereka
memainkan lagu-lagu klasik sebagai pembuka. Tidak beberapa lama kemudian,
Ashley datang.
“Bagaimana
makan malam dari kami? Cukup memuaskan kalian?”
“Yeayy
lagi-lagi kami merasakan seafood yang sangat enak” sorak si kembar Edd dan Rob.
“Ashley,
apakah kau yang memasaknya?” tanya Finn.
“Hmm, iya,
disini selain sebagai guide, aku juga bertindak sebagai koki, dan juga ada
beberapa rekan yang membantuku”
“Dimana
mereka? Maksudku, dimana kau memasak makanan ini?” tanya Casey. “Aku, mungkin
kami ingin melihat secara langsung proses pembuatan makanan laut ini”
tambahnya.
“Kami
memasaknya di sana” jawab Ashley sambil menunjuk sebuah rumah kecil di seberang
tempat kami makan.
Aku yang
sedang asyik menikmati daging bakarku, tidak begitu tertarik dengan percakapan
mereka, lagipula untuk apa aku melihat proses membuat makanan dari ikan dan
kawan-kawannya. Aku lebih tertarik pada penjara perang itu sebenarnya. Kenapa
penjara itu begitu menarik perhatianku? Aku belum pernah memiliki rasa ingin
tau sebesar ini terhadap hal asing. Se asing penjara perang itu.
Makan malam
kami selesai, saatnya kami jelajah malam, begitu menurut Ashley. Kami memang
akan berkeliling pulau itu pada malam hari, begitu yang tertulis di susunan
liburan pulau mati yang diberikan oleh Ashley pada saat kami tiba di pulau mati.
Mungkin hal ini untuk menambah kesan horror yang ingin disajikan oleh pengelola
pulau mati.
Mau
se-horror apapun, aku tak akan pernah takut.
Tak akan.
Jelajah malam
dimulai dengan mengunjungi benteng-benteng kecil, oh iya, cahaya lampu di
sekitaran benteng-benteng itu sangatlah suram, redup maksudku.
“Ini adalah
benteng peninggalan tentara” Ashley menjelaskan yentang benteng-benteng
tersebut. “Untuk pertahanan mereka ketika musuh datang” tambahnya.
Aku
sebenarnya tidak mendengarkan penjelasan dari Ashley yang sangat membosankan
bagiku. Penjelasannya terdengar kabur di telingaku.
Sebenarnya
aku, atau mungkin teman-temanku lebih tertarik dengan keberadaan penjara perang
itu.
Ashley semakin
dalam menjelaskan mengenai benteng tersebut, ia mengira kami memperhatikannya.
Ia salah.
Kami tidak
pernah memperhatikannya.
Sebenarnya hanya
Miss Nolan dan Mr. Wood-lah yang memperhatikan penjelasan dari Ashley.
“Jelajah
malam kali ini cukup sampai disini, hari pertama kita hanya menjelajah benteng
ini, kita akan lanjut malam selanjutnya”
Oh, jadi
sudah selesai ya? Penjelasannya yang membosankan mengenai benteng ini. Kami
kembali ke penginapan, sementara Ashley bergegas menuju ke rumah kecil di
seberang tempat kami makan tadi.
“Selamat
malam anak-anak, beristirahatlah dengan baik” Miss Nolan memperingatkan kami
sebelum ia masuk ke kamarnya menyusul Mr.Wood.
Sampai di
kamar, aku dan teman-temanku tidak langsung tidur. Tapi kami merencanakan
sesuatu.
Sesuatu yang
harusnya tidak kami lakukan.
Sesuatu yang
sebenarnya dilarang.
“Bagaimana
jika kita bermain-main ke penjara perang itu?” usul Finn. “Aku sangat ingin tau”
“Setuju!”
sahut Edd. “Yeah, ini sangat mengasyikkan” Rob menambahkan ucapan saudara
kembarnya.
“Kau
bagaimana Billy? Setuju?” tanya Casey yang sedari awal sudah setuju dengan
rencana Finn.
Aku mengangguk
tanpa berkata apapun, kurasa mereka sudah mengerti akan isyaratku tersebut.
Isyarat yang
setidaknya memberikan tanda bahwa aku sebenarnya juga penasaran terhadap penjara
perang tersebut.
Akhirnya
kami berlima mengendap-endap keluar penginapan. Suasana malam itu sangat sepi,
seperti tidak ada kehidupan. Angin pantai bertiup dengan kencangnnya. Bintang
dan bulan tidak menampakkan cahayanya. Malam itu sangat horror.
Sangat
horror untuk anak lain seusiaku.
Aku tidak
akan pernah takut.
Kami langsung
bergegas menuju penjara itu, berbekal cahaya senter yang dimiliki oleh Finn,
kami berjalan dengan berhati-hati. Sampai di depan penjara, kami langsung masuk
di penjara tersebut. Tidak ada cahaya di dalam penjara tersebut, hanya ada
cahaya senter yang dibawa oleh Finn.
RUANG
TAHANAN.
Begitulah
kira-kira papan usang yang tertempel di depan sebuah lorong yang ada di dalam
penjara tersebut. Aku membacanya secara samar-samar, sebab Finn-lah yang
menemukan papan tersebut dengan menggunakan cahaya senter yang ia pegang. Kami pun
menyusuri lorong ruang tahanan tersebut. Sama seperti penjara-penjara pada
umumnya, banyak besi dimana-mana. Ruangannya pun cukup banyak.
Sampai di
ujung lorong, Finn mengarahkan cahaya senternya ke sebuah ruangan, dan
lagi-lagi ada papan keterangan di atas ruangan tersebut.
RUANG
PENGHABISAN.
Entah apa
maksudnya ruang penghabisan, mungkin ini ruang yang digunakan untuk menghabisi
nyawa tahanan perang.
“Hei, liat
itu” Finn berbisik kepada kami. Telunjuk tangannya mengarah ke arah ruangan ‘ruang
penghabisan’. Kami melihat kearah yang ditunjukkan oleh telunjuk Finn. Ada
beberapa bangku yang tersusun secara rapi, di sisi-sisinya terdapat pengikat
tangan.
“Sangat
mengerikan” sahut Casey.
“Inilah cara
mereka menghabisi para tahanan perang” tebak Rob.
“Mereka
menyiksa tahanan perang dengan mengikatnya di bangku tersebut, lalu mungkin
selanjutnya tahanan perang itu dicambuk sampai mati, atau bahkan lebih kejam
lagi” tambah Edd.
Kami pun
bergegas meninggalkan ruang penghabisan tersebut, kami terus menyusuri penjara
perang tersebut, hingga akhirnya ada sebuah pintu. Mungkin pintu belakang. Lalu
Finn membuka pintu tersebut, dan ternayata memang pintu itu adalah pintu
belakang dari penjara perang. Kami sampai di sebuah halaman belakang yang cukup
luas. Beberapa detik kemudian kami menyadari bahwa tempat itu adalah pemakaman.
Tepat! Kami
ada di pemakaman, di belakang penjara perang.
Ada cukup
banyak batu nisan, awalnya kami mengira itu adalah pekuburan para korban
perang. Ternyata kami salah. Senter Finn menyinari salah satu batu nisan makam
yang ada, kami lalu membaca tulisan yang sudah cukup pudar dari batu nisan
tersebut.
TERBARING
DENGAN DAMAI,
JENDERAL
KEPALA BRIDGE,
MENINGGAL TANGGAL 22 APRIL 1760,
DALAM USIA 56 TAHUN 29 HARI.
Ternyata pekuburan itu adalah tempat peristirahatan terakhir para tentara
di pulau ini pada saat perang. Kami lalu menyenteri satu persatu batu nisan yang
ada. Disamping makam pertama yang kami lihat, ada sebuah makam lagi.
TERBARING
DENGAN DAMAI,
NY. AGATHA
ISTERI JENDERAL
KEPALA BRIDGE,
MENINGGAL TANGGAL 21 MEI 1758,
DALAM USIA 40 TAHUN 9 HARI.
Kami langsung mengerti bahwa makam ini adalah makam milik istri dari
Jenderal Bridge. Aku, mungkin kami terkejut.
Kami sangat terkejut.
Sangat.
Kami menyenteri makam selanjutnya, di batu nisan tersebut tertulis:
TERBARING
DENGAN DAMAI,
ASHLEY
KIDDNAP
PUTRI DARI
JENDERAL BRIDGE DAN NY. AGATHA,
MENINGGAL TANGGAL 14 JULI 1760,
DALAM USIA 19 TAHUN 2 HARI.
Ashley??
Kami memekik ketakutan, dan aku baru kali ini mengalami ketakutan yang
sangat mengerikan. Aku tau ini bukan main-mainan.
Aku ketakutan, aku terpuruk.
Aku tau pulau ini seharusnya tidak kami kunjungi.
Sesuatu berkata kepadaku bahwa tidak ada manusia disini selain kami.
Selain aku dan teman-temanku. Dan juga selain orang tua Casey.
“Bagus, kalian sudah tau. Kebetulan, kami disini sangatlah haus akan
kehidupan, kami haus akan nyawa kalian. Para manusia yang masih hidup. Kami
jiwa-jiwa yang mencari kehidupan” suara parau di belakang kami membuat kami
semakin ketakutan.
Ketika kami menoleh, disana ada Ashley. Ada Ashley sang guide. Dengan wajah
pucat pasi, ia tersenyum ke arah kami. Pandangan matanya seakan memburu kami.
Kami sadar, ia bukanlah manusia.
Kami sadar, Ashley bukanlah guide kami.
Kami sadar, dia adalah hantu. Dia adalah orang yang sudah mati.
Dia Ashley, putri dari Jenderal Bridge yang sudah meninggal ratusan tahun
lalu.
Sesuatu berkata kepada kami, bahwa kami harus berlari sekencang mungkin. Kami
harus meninggalkan pulau ini. Kami harus membangunkan orang tua Casey lalu
pergi dari sini. Kami harus melakukan itu. Seharusnya kami harus melakukannya
sesegera mungkin.
Tapi terlambat.
Kami terlambat.
Tiba-tiba banyak makhluk-makhluk mengerikan keluar dari makam-makam yang
ada disini. Mereka berjalan dengan gontai. Mereka berjalan seirama. Ashley pun
menghampiri kami. Tiba-tiba dari makam orang tuanya juga muncul makhluk
mengerikan, seperti kakek-kakek dan nenek-nenek. Mereka berpakaian ala tentara.
Iya, semua makhluk yang keluar dari makam, berpakaian ala tentara.
Kecuali Ashley, ia menggunakan gaun terusan berwarna putih.
“Habislah kita” ucap si kembar Edd dan Rob.
Makhluk-makhluk tersebut semakin dekat dengan kami. Aku menyadari kami
akan mati di tempat ini, kami tidak akan selamat. Tidak akan pernah. Jenderal
Bridge memegang leher Casey, lalu mengangkatnya. Terlihat kepasrahan dari wajah
Casey, wajahnya memerah, ia berteriak tidak jelas.
Arwah tentara lainnya mencoba menggapai Edd, Rob, dan Finn. Mereka mencoba
melawan, akan tetapi jumlah arwah tentara tersebut sangatlah banyak. Aku mendengar
jeritan mereka. Aku mendengar jeritan teman-temanku. Aku mendengar jeritan Edd,
Rob, dan Finn. Jeritan kematian mereka, jeritan yang amat suram. Jeritan yang
sangat memilukan.
Aku mencoba menyelamatkan diriku, Ashley mengarah padaku, langkahnya
lambat, tapi jangkauannya cukup jauh.
“Percuma lari, tidak ada yang pernah keluar dari sini dengan selamat,
Billy”
Aku semakin mempercepat langkahku. Aku memutari penjara perang tadi dan
menuju ke penginapan. Sepertinya aku berhasil lari dari Ashley, aku sampai di
penginapan. Suasana penginapan sangatlah sunyi, seperti tidak terjadi apa-apa.
Aku mencoba membangunkan Miss Nolan dan Mr. Wood di kamarnya. Aku menggedor
pintu kamarnya dengan panik. Tidak ada jawaban! Mereka tidak ada! Mereka pergi
entah kemana.
Aku menuju kamar penginapanku, ternyata Miss Nolan dan Mr. Wood ada
disana. Untunglah! Aku menceritakan semuanya kepada mereka, dan juga tentang si
malang Casey. Mereka tidak bergeming. Aku menarik tangan mereka, tangan mereka
sangat dingin. Tangan terdingin yang pernah ada. Tangan-tangan orang mati!
“Percuma lari, Billy” Mr. Wood tiba-tiba berkata demikian, ia
mencengkeram tanganku, ia menarikku.
Aku berusaha melepaskan tanganku dari cengkeraman tangannya. Miss Nolan
hanya terdiam, pandangannya kosong. Aku pun akan mati disini, cengkeraman
tangan Mr. Wood sangatlah kencang. Aku menendang perutnya, ia tidak bergeming. Tidak
bergerak. Tidak merespon. Tapi cengkeraman tangannya bertambah kencang dari
sebelumnya.
Tamatlah aku!
“Percuma lari, Billy, tidak ada yang pernah keluar dari sini dengan selamat”
lagi-lagi suara parau itu muncul dari depan kamar penginapanku.
Dia Ashley!
Habislah aku, aku menyusul teman-temanku.
Ajalku tiba!
Ashley mengulurkan kedua tangannya ke arah leherku, ia mencekik aku. Aku berteriak
dengan suara yang aku sendiri tidak mengerti. Tubuhku kaku, aku tidak bisa
melawan Ashley, aku tidak bisa melawan cengkeraman tangannya di leherku. Tubuhku
lemas, aku menangis. Bayangan aku dan keluargaku saat berlibur di pantai musim
lalu terlintas di hadapanku.
Aku ada di ambang kehidupan dan kematian. Tubuhku semakin lemas. Aku berteriak
sebisaku, tapi ku tau itu percuma. Semua menjadi percuma.
Tiba-tiba ada tangan menepuk pundakku.
“Hey Billy, ayo bangun! Kita sampai. Kita sudah sampai” Casey
membangunkanku dari tidurku.
Aku melihat Miss Nolan, Mr. Wood, Finn, dan si kembar Edd dan Rob sudah
bergegas dari kapal cepat.
“SELAMAT DATANG DI PULAU MATI. JANGAN KESINI JIKA TIDAK BISA PULANG
DENGAN SELAMAT”
Papan selamat datang di pulau tersebut membuatku kaget setengah mati. Lalu
selanjutnya di dermaga ada perempuan yang wajahnya sudah tidak asing bagiku.
“Selamat datang di pulau mati, saya Ashley, saya akan mejadi guide kalian selama
disini, salam kenal dan selamat menikmati liburan kalian” ujarnya dengan
senyum. Senyuman khasnya. Senyuman yang pernah aku lihat sebelumnya.
Dia Ashley!
Dan, liburanku belumlah selesai.
Tapi, aku tau, seharusnya kami tidak
berlibur disini.
No comments:
Post a Comment